29 || ORANG TUA

ORANG TUA

Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia
Kotak Pos 1114
Surabaya-60011

 

“Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena demikianlah yang benar. Hormatilah ayahmu dan ibumu — ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: Supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, Bapak-bapak,janganlah bangkitkan kemarahan di dalam hati anak-anakmu,tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”

Efesus 6:1-4

“Hai bapak-bapak, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.”

Kolose 3:21

I. TANGGUNG JAWAB ORANG TUA

Dalam Perjanjian Lama, selain dalam kitab Amsal Salomo, hampir tidak terlihat adanya ajaran tentang bagaimana menjadi orang tua (ayah ibu). Tetapi, dalam kitab Perjanjian Baru Paulus menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya menjadi orang tua. Buku-buku di seluruh dunia kebanyakan menasihati orang bagaimana menjadi anak, jarang sekali yang menunjukkan bagaimana menjadi orang tua, sebab semua orang merasa bahwa setiap manusia harus belajar menjadi anak yang baik. Namun, dalam kitab Perjanjian Baru khusus memperhatikan bagaimana seharusnya orang menjadi orang tua, tidak begitu memperhatikan bagaimana seharusnya menjadi anak. Meskipun ada ajaran itu, tetapi nasihatnya sangat ringan. Misalnya dalam Efesus 6 dan Kolose 3, nasihat terhadap orang tua lebih berat daripada terhadap anak-anak; ini disebabkan Allah lebih memperhatikan orang tua daripada anak-anak. Sebab itu, setiap orang harus belajar bagaimana menjadi orang tua.

Jika kita gabungkan kata-kata dalam Alkitab itu, kita akan mengetahui bahwa orang tua harus merawat atau mengasuh anak-anaknya dengan ajaran dan nasihat‑nasihat Tuhan; jangan menyakiti hati mereka dan jangan membuat mereka tawar hati atau kehilangan tekad. Ini berarti orang tua harus mengekang diri, tidak sembarangan. Itulah yang ditunjukkan Paulus kepada kita. Karena itu saya harap kalian nampak, sesungguhnya menjadi suami atau istri tidak mudah, tetapi menjadi orang tua jauh lebih tidak mudah. Menjadi suami atau istri, hanya menyangkut masalah pribadi; tetapi menjadi orang tua, menyangkut masalah orang lain.

Kalau menjadi suami atau istri hanya menyangkut kesenangan anak-anak sebagai generasi berikutnya. Anak-anak sebagai generasi berikutnya akan dibawa ke mana semua menjadi tanggung jawab orang tua.

Kita harus menyadari betapa beratnya kewajiban ini, sebab Allah menyerahkan jiwa, raga bahkan masa depan mereka seumur hidup ke dalam tangan kita. Tidak ada orang yang mempengaruhi masa depan orang lain sedalam orang tua mempengaruhi anak-anaknya. Dan tidak ada orang yang dapat mendominasi masa depan orang lain sehebat orang tua mendominasi anak-anaknya. Orang tua nyaris dapat mendominasi anak-anaknya hingga mereka masuk ke neraka atau ke surga. Oleh sebab itu, kita harus belajar menjadi suami atau istri yang baik, kita pun harus menjadi orang tua yang baik. Tanggung jawab kita sebagai orang tua sangatlah mungkin lebih berat daripada tanggung jawab kita sebagai suami atau istri.

Berikut ini saya ingin mengajak kalian untuk meninjau sekilas bagaimana cara orang Kristen menjadi orang tua, agar terhindar dari banyak kesulitan.

A. MENGUDUSKAN DIRI
DEMI ANAK-ANAK

Pertama-tama semua orang tua harus menguduskan diri di hadapan Allah demi putra-putri mereka.

1. Tuhan Menguduskan Diri
Demi Murid-murid-Nya

Apa artinya menguduskan diri di hadapan Allah? Kalian ingat Tuhan pernah berkata, “Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka” (Yoh. 17:19). Ini tidak ditujukan kepada suci atau tidak suci, melainkan menguduskan diri atau tidak menguduskan diri. Tuhan Yesus itu kudus, sifat asli-Nya pun kudus, tetapi Ia menguduskan diri-Nya lagi demi murid-murid-Nya. Itu berarti walau Ia boleh melakukan banyak perkara yang tidak bertentangan dengan kekudusan-Nya sendiri, namun demi kelemahan murid-murid-Nya, Ia tidak melakukannya. Dalam banyak hal Tuhan dan kebebasan Tuhan telah terkendali dan terbatasi oleh kelemahan murid-murid-Nya. Banyak perkara boleh Ia lakukan, tetapi karena Ia khawatir disalahpahami atau menjatuhkan murid-murid-Nya, maka perkara itu tidak dilakukan-Nya. Seringkali Tuhan boleh melakukan sesuatu sesuai dengan sifat-Nya, namun demi murid-murid-Nya, hal itu tidak dilakukan.

2. Tidak Bisa Bertindak
dan Berbicara Sembarangan

Demikianlah semua orang yang mempunyai anak-anak harus menguduskan diri demi anak-anaknya. Ini berarti menurut kita sendiri sebenarnya banyak perkara dapat kita lakukan dengan bebas, tetapi hari ini karena anak-anak kita, maka tidak dapat kita lakukan dengan bebas. Dan sebenarnya banyak perkataan yang dapat kita ucapkan dengan bebas, tetapi kini karena anak-anak kita, maka tidak dapat kita ucapkan dengan bebas. Jadi sejak anak-anak kita hadir di rumah kita, kita harus menguduskan diri kita.

Jika Anda tak berdaya mengekang diri Anda, Anda tak akan berdaya mengekang anak-anak Anda. Hendaklah kita ingat, bagi orang yang tidak mempunyai anak, kebebasan untuk melakukan banyak hal paling-paling hanya merugikan dia sendiri. Tetapi bagi orang yang mempunyai anak, kebebasannya akan merusak dirinya sendiri juga merusak anak-anaknya. Oleh sebab itu, sejak seorang Kristen mempunyai anak, haruslah ia menguduskan dirinya. Karena hari ini ada sepasang atau dua pasang mata yang selalu mengamati Anda; bahkan sepasang atau dua pasang mata itu akan terus mengamati Anda seumur hidup. Sekalipun Anda telah meninggal dunia, apa yang mereka lihat tak terlupakan, bahkan akan teringat terus dalam batin mereka.

3. Harus Bertindak Menurut Standar

Sebab itu, pada hari ketika anak Anda dilahirkan,hari itu pula Anda harus mempersembahkan diri. Anda harus menetapkan suatu standar moral bagi diri sendiri. Anda harus menetapkan suatu standar bagi tingkah laku Anda dalam keluarga. Demikian pula bagi hal yang benar atau salah dalam hidup Anda sebagai manusia, dan bagi cita-cita Anda yang luhur serta masalah-masalah rohani. Kemudian Anda harus melaksanakannya dengan ketat sesuai dengan standar-standar tersebut. Jika tidak, tidak saja Anda sendiri akan mengalami kesulitan, Anda pun akan menjerumuskan anak-anak Anda ke dalam situasi yang buruk. Banyak sekali anak-anak yang menjadi rusak bukan karena terpengaruh oleh orang lain, melainkan oleh orang tua mereka sendiri. Sebab orang tua yang kekurangan standar keluhuran dan kekurangan standar rohani, itulah yang menyebabkan putra-putri mereka menjadi rusak.

Saya harap kalian dapat nampak, yaitu bagaimana seorang pemuda menilai sesuatu atau memutuskan sesuatu selama hidupnya di kemudian hari, semuanya adalah berdasarkan apa yang ia pelajari ketika ia masih berada di bawah naungan orang tuanya. Apa yang Anda katakan kepadanya adakalanya ia dengar, adakalanya ia tidak dengar. Tetapi apa yang ia lihat pada diri Anda, akan terlihat seumur hidupnya. Apa yang ia pelajari di hadapan Anda, sudah ia miliki selamanya. Keputusan anak-anak Anda terhadap suatu masalah adalah keputusan yang ia pelajari dari Anda; penilaian anak-anak Anda terhadap suatu hal pun adalah penilaian yang ia pelajari dari Anda.

Karena itu, setiap orang tua harus ingat, sepak terjang Anda hari ini akan berlanjut terus di atas diri anak-anak Anda, takkan berhenti. Sebelum Anda mempunyai anak, Anda boleh melakukan apa saja sesuka hati Anda; bila Anda merasa risau, Anda boleh melempar apa saja. Tetapi, setelah Anda mempunyai anak, Anda harus membatasi diri Anda. Anda harus bertindak menurut standar yang tertinggi, baik ketika Anda senang maupun ketika Anda risau. Bagaimana keadaan seumur hidup anak-anak orang Kristen tergantung pada keadaan orang tua mereka.

Saya ingat ada seorang saudara setelah melihat anaknya melakukan suatu tindakan, ia lalu mengucapkan satu kalimat yang tepat sekali, yaitu, “Dia adalah saya, saya adalah dia.” Banyak orang tua ketika melihat masalah timbul di atas diri anak-anaknya, mereka melihat diri mereka sendiri; keadaan anak-anak mereka justru adalah refleksi mereka sendiri. Anda dapat mengenal diri Anda melalui anak-anak Anda.

Karena itu, kiranya setiap pasang suami istri, ketika mempunyai anak, dapat sekali lagi mempersembahkan diri kepada Allah. Sebab hari ini Tuhan telah menyerahkan jiwa, hayat, dan masa depan manusia ke dalam tangan Anda. Mulai hari ini Anda harus setia kepada apa yang dipercayakan Tuhan itu. Banyak usaha yang merupakan kontrak setahun atau dua tahun, tetapi usaha yang satu ini berlangsung seumur hidup, tanpa batas waktu.

4. Harus Merasa Menerima Amanat

Di kalangan orang Kristen China, karena pengaruh ajaran paganisme, maka kegagalan mereka saya kira tiada yang lebih besar daripada kegagalan orang tua. Kegagalan pengusaha tidak lebih besar daripada kegagalan orang tua; kegagalan suami istri pun tidak lebih besar daripada kegagalan orang tua. Kalau suami atau istri masing-masing masih bisa melindungi diri sendiri, sebab ketika mereka menikah mereka sudah berusia kurang lebih 20 tahun. Tetapi seorang anak kecil yang dititipkan ke dalam tangan Anda tidak dapat melindungi dirinya sendiri. Karena itu, kalau Tuhan menitipkan anak-anak itu kepada Anda, Anda tidak dapat datang ke hadapan Tuhan dan mengatakan bahwa yang Tuhan titipkan kepada Anda lima anak tetapi telah hilang tiga; atau yang Tuhan titipkan sepuluh anak, namun telah hilang delapan. Jika kita tidak memiliki kesadaran mengemban amanat ini, niscaya gereja selalu tidak akan baik. Kita sama sekali tidak mengharap untuk menyelamatkan mereka kembali dari dunia. Kalau Anda telah melahirkan seorang anak tetapi kehilangan anak itu, kemudian Anda harus menemukannya lagi dari dunia, maka Injil selamanya tidak akan dapat disebarluaskan. Karena itu, setidak-tidaknya anak-anak yang telah Anda didik bertahun-tahun dalam keluarga Anda itu harus Anda pimpin kepada Tuhan. Anda akan bersalah jika Anda tidak menanggulangi anak-anak Anda. Ingatlah, bagaimana keadaan anak-anak Anda itu adalah tanggung jawab Anda sebagai orang tua.

Maafkanlah saya mengatakan perkataan ini, kegagalan pertama dari orang Kristen dalam gereja selama ini justru terletak pada diri para orang tua. Karena tidak ada orang yang memperhatikan hal ini. Anak-anak yang Tuhan serahkan ke dalam tangan Anda masih begitu kecil, dan mereka tak dapat berbuat apa-apa. Anda sangat longgar terhadap diri Anda sendiri, demikian pula Anda memperlakukan anak-anak Anda. Oleh sebab itu, kita wajib menyadari bahwa setiap orang tua harus mengekang diri sendiri, dan harus mengorbankan kebebasan diri sendiri. Jika tidak, karena Allah telah menyerahkan jiwa dan raga manusia ke dalam tangan Anda, maka kelak Anda tak berdaya menjumpai Allah Anda.

B. HARUS HIDUP BERSAMA ALLAH

Kedua, semua orang tua tidak saja harus menyadari tanggung jawabnya masing-masing, dan menguduskan diri sendiri demi anak-anak, bahkan harus hidup bersama Allah.

Arti menguduskan diri ialah ditujukan demi anak-anak. Ini tidak berarti kita harus berdisiplin demi anak-anak kita, sedangkan untuk diri kita sendiri seolah-olah kita boleh bertindak sembarangan. Tuhan Yesus bukan karena diri-Nya sendiri tidak kudus, maka Ia terlebih dahulu menguduskan diri-Nya demi murid-murid. Jika Tuhan Yesus terlebih dahulu menguduskan diri demi murid-murid-Nya, sedang diri-Nya sendiri tidak kudus, niscaya Ia akan gagal total. Demikian pula, bila para orang tua ingin menguduskan diri demi anak-anak mereka, maka mereka sendiri haruslah menjadi orang yang hidup bersama Allah.

Betapapun gairahnya penampilan Anda di hadapan anak-anak Anda, jika Anda sendiri bukan seorang gairah sejati, maka sangat mudahlah mereka mengetahui Anda dengan jelas. Mereka sangat jelas, sedang Anda sendiri tidak jelas. Anda di hadapan mereka sangat waspada, padahal Anda sendiri tidak demikian, melainkan sangat ceroboh. Mereka akan mudah sekali mengenal belang Anda; ketidakcermatan dan kepura-puraan Anda mudah sekali tersingkap oleh mereka. Oleh sebab itu, Anda tidak saja harus menguduskan diri di hadapan mereka, Anda sendiri pun harus benar-benar kudus, dan hidup bersama Allah sebagaimana Henokh.

Saya ingin khusus menyinggung kisah tentang Henokh. Dalam Kejadian 5:21 dan 22 dikatakan, “Setelah Henokh hidup enam puluh lima tahun, ia memperanakkan Metusalah. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, setelah ia memperanakkan Metusalah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan.” Sebelum Henokh berumur enam puluh lima tahun, kita tidak mengetahui keadaannya. Tetapi, setelah ia memperanakkan Metusalah, kita tahu bahwa ia hidup bersama Allah selama tiga ratus tahun, sesudah itu ia diangkat oleh Allah. Ini adalah peristiwa yang sangat khusus dalam Perjanjian Lama. Kita tidak tahu bagaimana keadaan Henokh sebelum ia memperanakkan anak-anaknya, tetapi setelah ia memperanakkan Metusalah, Alkitab mencatat bahwa ia hidup bersama Allah. Ketika beban keluarga menekan dirinya, ia mulai menyadari kekurangan dirinya, dan ia menyadari bahwa ia tak sanggup menghadapi tanggung jawabnya yang berat, karena itu ia harus hidup bersama Allah. Henokh bukan hidup bersama Allah di hadapan anak-anaknya, melainkan ia sendiri yang hidup bersama Allah. Ia merasa jika ia tidak hidup bersama Allah, maka tak berdayalah memimpin anak-anaknya. Henokh .tidak saja memperanakkan Metusalah; selama tiga ratus tahun itu, ia masih memperanakkan banyak anak lagi. Namun, ia sendiri hidup bersama Allah sepanjang tiga ratus tahun itu. Sebagai orang tua, Henokh tidak saja tak dapat menghalangi dirinya hidup bersama Allah, bahkan sebaliknya memungkinkannya hidup bersama Allah sehingga diangkat oleh Allah. Kalian harus ingat bahwa manusia pertama yang diangkat Allah adalah manusia yang menjadi ayah, yakni seorang ayah yang telah memiliki banyak anak dan yang hidup bersama Allah. Mengemban tanggung jawab dalam keluarga adalah mencerminkan kondisi rohani seseorang di hadapan Allah.

Karena itu, Anda wajib nampak di hadapan Allah, jika Anda benar-benar ingin memimpin anak-anak kepada Allah, maka Anda sendiri di hadapan Allah harus menjadi seorang yang hidup bersama Allah. Anda tidak dapat mengutus anak-anak Anda ke surga dengan menudingkan jari tangan Anda ke arah surga, itu mustahil. Anda hanya dapat berjalan sendiri dahulu di depan, kemudian menyuruh mereka mengikuti Anda. Banyak keluarga orang Kristen yang tidak baik justru karena orang tua mengharap agar anak-anak mereka lebih baik daripada mereka sendiri, tidak mengasihi dunia, giat menempuh jalan Tuhan, akan tetapi mereka sendiri malah bersembunyi di belakang. Ingatlah, kalau demikian bagaimanapun juga tak mungkin mencapai tujuannya. Kita harus memperhatikan, bagaimana standar orang tua, pasti begitu pula standar anak-anaknya. Ini tidak berarti Anda memerlukan satu standar yang palsu, melainkan dalam fakta rohaninya Anda adalah standar yang demikian, maka anak-anak Anda pun akan serupa dengan standar Anda.

Maafkan saya mengambil satu contoh yang dangkal. Saya pernah mengunjungi sebuah keluarga, saya melihat sang ibu memukul anaknya karena si anak itu berdusta. Namun kenyataannya dalam keluarga itu sang ayah dan sang ibu sering berdusta; Saya telah beberapa kali menemukan bahwa suami istri itu adalah pendusta. Tetapi hari itu mereka memukul anaknya yang berdusta. Padahal hanya teknik dustanya saja yang terungkap. Jadi di sini masalahnya ialah dusta mereka ketahuan atau tidak ketahuan, bukan tidak ada dusta. Kalau dusta Anda diketahui orang, maka Anda akan dipukul. Kalau Anda berstandar ganda, bagaimana Anda dapat memimpin anak-anak Anda? Kalau Anda sendiri pendusta, spa gunanya Anda melarang anak-anak Anda berdusta? Anda tak dapat menentukan kehidupan Anda sendiri dengan sejenis standar dan menentukan standar lain bagi kehidupan anak-anak, Anda. Kalau begitu Anda selamanya tidak akan berhasil. Jika yang dilihat dan diterima anak-anak Anda dari diri Anda adalah dusta bukan kejujuran, maka semakin Anda memukul mereka, masalahnya akan semakin besar. Seperti ada ayah yang berkata kepada anaknya, “Kalau kamu sudah berusia 18 tahun, kamu akan boleh merokok.” Banyak anak yang juga berpikir, “kalau aku sudah berusia 18 tahun, ayah pun memperbolehkan aku berdusta. Sekarang aku belum sampai 18 tahun, aku tidak boleh berdusta. Begitu aku berumur 18 tahun, aku pun boleh berdusta.” Ini berarti Anda menjerumuskan anak-anak Anda sendiri ke dalam dunia. Anda harus hidup bersama Allah seperti Henokh, barulah Anda dapat memimpin anak-anak Anda seperti Henokh. Mustahillah kalau Anda sendiri tidak hidup bersama Allah, dan Anda dapat memimpin anak Anda seperti Henokh.

Apa yang Anda kasihi, dengan sendirinya anak-anak Anda akan belajar mengasihinya. Dan apa yang Anda benci, mereka dengan sendirinya akan belajar membencinya. Apa yang Anda mustikakan, mereka dengan sendirinya belajar memustikakannya. Apa yang Anda anggap dosa, mereka dengan sendirinya belajar menganggapnya sebagai dosa. Karena itu, Anda harus membangun suatu standar moral bagi diri Anda dan bagi anak-anak Anda. Apa yang menjadi standar moral Anda dengan sendirinya merupakan standar moral mereka. Standar Anda dalam mengasihi Tuhan pun akan menjadi standar mereka dalam hal tersebut. Satu keluarga hanya mungkin mempunyai satu standar, tidak mungkin mempunyai dua standar.

Saya mengetahui satu keluarga, sang ayah adalah apa yang disebut anggota gereja. Walau ia sendiri selamanya tidak mengikuti kebaktian, tetapi setiap hari Minggu ia mengharuskan anak-anaknya pergi ikut kebaktian. Dan tiap hari Minggu pagi ia membagi-bagikan uang kepada setiap anaknya untuk dimasukkan ke dalam peti persembahan, sedang ia sendiri pergi bermain judi bersama dengan tiga orang temannya. Akhirnya anak-anaknya membeli makanan dengan uang yang diberi oleh ayah mereka itu. Ketika pendeta berkhotbah, mereka masuk sebentar mendengarkan sebuah ayat lalu keluar bermain-main, sebab setelah pulang ke rumah harus melapor kepada ayah. Jajanan mereka beli dan makan, laporan dapat mereka berikan, dan juga puas bermain-main. Inilah sebuah contoh yang ekstrem.

Karena itu, saya harap kalian nampak bahwa Allah telah menyerahkan anak-anak kepada kita, dan dalam keluarga kita hanya boleh ada satu standar. Apa yang pantang mereka lakukan, kita pun tidak boleh melakukannya. Dalam keluarga sekali-kali tidak boleh ada dua standar satu untuk anak-anak, dan satu lagi untuk kita sendiri. Tidak boleh demikian. Demi anak-anak Anda, Anda pun harus menuruti satu standar itu. Anda sendiri harus menguduskan diri serta memelihara satu standar ini. Setelah Anda menetapkan satu standar ini, maka Anda harus senantiasa memeliharanya. Saya harap kalian dapat mengatasi masalah anak-anak Anda dengan sebaik-baiknya. Mereka selalu memandang Anda. Mereka baik atau buruk tergantung pada baik buruknya Anda. Mereka tidak mendengarkan Anda, tetapi mereka memandang Anda. Dan mereka seolah-olah cerdas dan tanggap dalam segala hal. Jika dalam hal tertentu Anda mengelabui mereka, mereka tahu, jika Anda berpura-pura, mereka pun tahu semuanya. Oleh sebab itu, jangan sekali-kali Anda mengira Anda dapat memperdayai anak-anak Anda. Tidak! Bagaimana sikap Anda dan bagaimana kenyataan Anda, semua dapat mereka ketahui dengan jelas. Jika Anda menghendaki anak-anak Anda mempunyai suatu kondisi tertentu, Anda sendiri pun wajib berada dalam kondisi tersebut.

Setelah Henokh memperanakkan Metusalah, ia hidup bersama Allah selama tiga ratus tahun. Itulah sebuah gambaran yang sangat indah; walau ia telah memperanakkan banyak anak, ia tetap dapat hidup bersama Allah tiga ratus tahun. Inilah seorang ayah yang sejati, ia tidak berpura-pura sedikit pun, dan dalam pandangan Allah ia mutlak benar.

C. ORANG TUA HARUS
MEMELIHARA KESEHATIAN

Ketiga, jika sebuah keluarga ingin baik, maka ayah dan ibu harus sehati atau seia sekata. Demi Allah, maka orang tua harus bersehati mengorbankan kebebasan diri sendiri untuk membina satu standar moral yang disiplin. Tidak seharusnya sang ayah dan sang ibu masing-masing memiliki satu pendapat atau pandangan yang khusus. Ini kita tujukan kepada suami istri Kristen. Jika suami dan istri tidak sama-sama menjadi orang Kristen, itu lain perkara.

Seringkali sang ayah dengan sang ibu tidak berdiri di atas kedudukan atau pendirian yang sama, alhasil, mereka menciptakan suatu kebocoran bagi anak-anak mereka untuk berdosa dengan bebas. Jika orang tua tidak sehati, maka anak-anak akan sukar mempunyai satu standar yang pasti. Kalau sang ayah mengatakan boleh, sedangkan sang ibu mengatakan tidak boleh; atau sebaliknya; niscayalah anak-anak akan memilih dan bertanya kepada orang yang mereka sukai. Kalau yang mereka sukai ayah, mereka bertanya kepada ayah;

kalau ibu lebih mudah, mereka bertanya kepada ibu. Kalau demikian halnya, maka besar sekali perbedaannya.

Saya mengenal sepasang suami istri Kristen yang sudah tua. Mereka memiliki pandangan dan opini yang berbeda, sehingga kehidupan mereka sangat tidak serasi dan tidak dapat menjadi orang tua yang baik. Karena terhadap apa yang ibu setujui, anak-anak mencari ibu; dan terhadap apa yang disetujui ayah, anak-anak mencari ayah; demikianlah cara mereka meminta sesuatu. Kalau ibu pulang ke rumah dan bertanya kepada seorang anak mengapa melakukan hal ini? Ia selalu menjawab, “Aku sudah mendapat persetujuan ayah.” Dan kalau ayah kembali ke rumah bertanya kepada seorang anak mengapa berbuat demikian? Jawabnya juga, “Aku sudah mendapat izin ibu.” Dengan demikian maka semua anak mereka menjadi sangat bebas bermain dalam kancah perang” antara ayah dengan ibu. Dua puluh tahun yang lalu saya sudah berkata kepada mereka, “Jika keadaan demikian berlangsung terus, maka anak-anak mereka pasti tidak mungkin percaya Tuhan.” Mereka berkata, “Itu tidak mungkin, tidak mungkin.” Hari ini, anak-anak mereka semua sudah lulus dari universitas, bahkan ada yang melanjutkan sekolahnya di luar negeri, tetapi tak seorang pun di antara mereka yang percaya Tuhan, dan mereka sangat tidak disiplin.

Kalau di antara ayah dan ibu ada seorang tidak percaya itu lain perkara. Tetapi jika suami istri sudah menjadi orang Kristen, niscaya mereka akan menghadapi penanggulangan yang hebat dari tangan Allah. Kalau di antaranya ada seorang yang tidak percaya, maka ia boleh khusus berdoa mohon belas kasihan Allah. Baik suami maupun istri boleh saja memohon kepada Allah. Tetapi jika keduanya sudah percaya Tuhan, maka anak-anak akan terhela ke dua macam posisi, dan pasti akan timbul kesulitan.

Oleh sebab itu, jika timbul problem pada anak-anak, orang tua harus mempertahankan kesepakatan di hadapan anak-anak mereka. Tak peduli apa perkaranya, ketika anak Anda datang bertanya kepada Anda, maka pertama-tama Anda harus berkata kepadanya, “Sudahkah kamu bertanya kepada ibu, bagaimana kata ibu? Kalau ibu mengatakan demikian, ayah pun mengatakan demikian.” Jika Anda sebagai istri, Anda harus berkata, “Sudahkah kamu bertanya kepada ayahmu? Bagaimana kata ayah, ibu pun demikian.” Tak peduli ayah benar atau tidak, atau ibu benar atau tidak, Anda harus mempertahankan kesepakatan. Bila ada kompromi boleh kalian lakukan ketika kalian berdua di dalam kamar; janganlah memberi mereka lubang. Sebab bila terdapat lubang sedikit saja, mereka segera sembarangan, karena mereka senang mencari lubang-lubang itu. Kalau suami menemukan suatu kesalahan pada pihak istri, atau sebaliknya istri melihat suami melakukan suatu kesalahan, maka mereka berdua harus masuk ke dalam kamar dan bertanya, mengapa kamu berkata demikian terhadap anak-anak. Kompromi harus dilakukan, tetapi jangan sampai anak-anak mendapatkan lubang atau kebocoran pada diri kalian. Jika demikian, maka kalian akan mudah bersehati untuk memimpin anak-anak kepada Tuhan.

D. HARUS MENGHARGAI KEBEBASAN
KEPRIBADIAN ANAK-ANAK

Keempat, dalam Alkitab terdapat satu prinsip pokok untuk menghadapi anak-anak, yakni anak-anak adalah pemberian Allah. Karena itu, semua anak merupakan titipan Allah. Seperti yang telah saya katakan, pada suatu hari, Anda harus mempertanggungjawabkan amanat Allah ini. Tak seorang pun yang dapat berkata, “Anak-anakku adalah milikku.” Tidak seharusnya menganggap bahwa anak-anak itu mutlak miliknya sendiri, sehingga semua masalah anak-anak dapat diatur menurut kemauannya sendiri secara mutlak dan tak terbatas, sampai anak itu menginjak dewasa. Ini adalah konsepsi ajaran paganisme, bukan konsepsi kekristenan. Kekristenan selamanya tidak mengakui bahwa anak adalah milik diri sendiri. Anak adalah titipan Allah. Karena itu, kekristenan sama sekali tidak membenarkan orang tua menguasai anak-anaknya secara mutlak sampai mereka mencapai kedewasaan.

1. Orang Tua Tidak Berwewenang Tak Terbatas

Banyak orang yang setelah menjadi orang Kristen masih memiliki konsepsi bahwa di bawah kolong langit ini tidak ada orang tua yang tidak benar. Ingatlah, di bawah kolong langit ini justru terlalu banyak orang tua yang tidak benar. Seringkali justru kesalahan itu ada pada diri orang tua. Sebab itu, jangan sekali-kali Anda mewarisi konsepsi paganisme yang menganggap orang tua memiliki wewenang yang tidak terbatas untuk mengendalikan anak-anaknya.

Camkanlah, orang tua bukannya memiliki wewenang yang tanpa Batas. Anak-anak memiliki jiwa yang mandiri yang tidak dapat Anda kekang. Karena mereka memiliki jiwa yang mandiri, maka seharusnya mereka dikendalikan oleh diri mereka sendiri. Mereka mungkin naik ke surga, mungkin juga turun ke neraka, semua itu menjadi tanggung-jawab mereka sendiri di hadapan Allah. Anda tidak dapat memperlakukan mereka seperti sebuah Benda atau warisan yang atasnya Anda berwewenang tanpa batas. Tidak, Allah tidak memberikan wewenang yang tanpa batas -kepada Anda. Lain halnya jika mereka adalah benda-benda yang tak bernyawa. Karena mereka adalah manusia yang berjiwa, maka Allah tidak memberikan wewenang yang tanpa batas kepada Anda. Kepada setiap manusia yang berjiwa, orang lain tidak dapat memperlakukannya dengan wewenang tanpa batas. Jika tanpa batas, itu adalah konsepsi paganisme, itu adalah kesombongan manusia. Konsepsi demikian sama sekali tidak sepatutnya ada di antara kita.

2. Anak-anak Bukan Sasaran Melampiaskan Amarah

Seringkali Anda bisa bersikap adil terhadap sanak famili atau terhadap teman Anda; bersikap sopan terhadap teman satu kantor, lebih-lebih terhadap atasan Anda. Anda pun dapat bergaul dengan sangat baik dengan bermacam-macam manusia. Tetapi terhadap anak-anak Anda sendiri, Anda menganggap mereka sebagai harta Benda milik pribadi, dan Anda lupa bahwa mereka memiliki jiwa sebagai karunia Allah. Lalu, Anda sering melampiaskan seluruh amarah Anda ke atas mereka. Anda memperlakukan mereka sesuka hati Anda. Seolah-olah Anda harus bersikap sopan terhadap semua manusia di dunia, kecuali terhadap anak-anak Anda. Mereka seolah-olah adalah sasaran pelampiasan amarah Anda.

Saya tahu, memang demikianlah kenyataannya atas beberapa orang tua dalam keluarga mereka. Sepertinya kita ini selain harus sopan dan lemah lembut, harus pula meluapkan amarah; jika tidak melampiaskan amarah, seolah belum menjadi manusia yang lengkap. Tetapi, amarah ini harus diletakkan di mana? Kalau sembarangan pasti akan menimbulkan masalah. Bila Anda marah-marah kepada teman sekerja, teman-teman pasti tidak akan mengacukan Anda; bila marah kepada atasan, Anda pasti akan dipecat; bila marah-marah kepada teman-teman lainnya, teman-teman akan mengatakan bahwa Anda tidak baik. Akhirnya, hanya ada satu ternpat di mana Anda dapat melampiaskan amarah Anda tanpa menerima balasan, yaitu kepada anak-anak Anda. Banyak orang tua yang sudah terbiasa melampiaskan amarahnya ke atas diri anak-anaknya, seolah-olah anak-anak adalah tempat menumpahkan amarah mereka.

Maafkan kalau saya mengatakan perkataan yang cukup berat. Saya melihat banyak sekali orang tua yang memandang anak-anaknya dan mengomeli mereka dengan suara keras, tetapi setelah itu beralih dan berkata kepada saya, “Saudara Nee, makanan ini enak sekali.” Saya tidak bisa menerima makanan yang demikian. Kedua keadaan itu berlangsung dalam dua menit. Pada satu pihak ia mengomeli anaknya, pada pihak lainnya ia berkata, “Saudara Nee, silakan makan.” Di sinilah kesulitannya: Ada orang tua yang menganggap anak-anak mereka adalah saluran yang sah untuk melampiaskan amarah mereka. Untuk apa Allah memberi anak-anak kepada kita? Untuk tempat pelampiasan amarah!  0, semoga Allah membelaskasihani kita semua!

Allah sekali-kali tidak menghapus semua hak anak-anak. Demikian pula Allah sekali-kali tidak menghapus seluruh harga diri, kebebasan dan kepribadian merdeka dari anak-anak kita, untuk menyerahkan mereka ke dalam tangan Anda sehingga dapat Anda pukuli dan omeli sesuka Kati Anda. Tidak ada perkara demikian. Itu bukan konsepsi kekristenan, itu konsepsi non Kristen. Ingatlah, bagi diri Anda atau mereka, benar atau salah, di hadapan Allah tidak ada bedanya. Standar Anda dan standar mereka hanya satu; bukannya standar Anda begini, dan standar mereka begitu. Saya ingin berkata kepada saudara saudari yang baru percaya, perlakukanlah anak-anak Anda dengan sikap yang sopan dan lemah lembut, jangan kasar dan jangan mengomeli atau memarahi mereka dengan sembarangan; terlebih-lebih jangan memukul mereka dengan sembarangan.

Ulah semacam itu akan membuat Anda semena-mena. Setiap orang yang ingin mengenal Allah harus belajar mengekang diri sendiri, khususnya terhadap anak-anaknya sendiri. Pengekangan diri semacam ini berasal dari kesadaran menghargai jiwa anak-anak. Anda harus ingat, tidak peduli betapa kecil dan lemahnya anak Anda, mereka memiliki kepribadian sendiri. Allah mengaruniakan kepribadian dan jiwa kepada mereka; karena itu, kita tak dapat mengagresi tabiat mereka, merampas kepribadian mereka dan meremehkan jiwa mereka. Kita tidak boleh memperlakukan mereka dengan seenaknya, kita harus belajar menghargai manusia ini.

Namun, mereka juga dititipkan dalam keluarga kita. Standar moral mereka adalah standar moral kita. Perkara ini benar bagi diri mereka, benar pula bagi diri kita. Orang tua tidak berhak melampiaskan amarah ke atas diri anak-anak. Orang Kristen tidak selayaknya melampiaskan amarah, orang Kristen juga tidak sepatutnya melampiaskan amarah ke atas anak-anak sendiri. Kita tidak sepatutnya melampiaskan amarah di mana pun. Kalau Anda harus membicarakan kebenaran kepada orang lain, kepada anak-anak Anda pun harus demikian. Kalau salah, disalahkan, kalau benar, dibenarkan. Jangan melanggar dan menghina mereka karena mereka lemah dan kecil. Orang yang paling pengecut di seluruh dunia adalah mereka yang melanggar dan menghina orang kecil dan lemah.

3. Jangan Menjadi Salib Anak-anak

Ada dua orang siswi sedang mengobrol di sekolah, yang seorang berkata kepada temannya bahwa ia mempunyai seorang ayah, ia tahu andaikata ia harus mati, maka ayahnya rela mati baginya. Dengarlah, ini adalah komentar seorang anak tentang ayahnya. Ayahnya seorang Kristen, dan seorang ayah yang demikian. Ada lagi satu keluarga Kristen yang juga mempunyai seorang anak perempuan. Tetapi ayahnya sangat keras, sering memarahi anak-anaknya dengan sembarangan. Suatu kali, anak itu mendengar sebuah khotbah di sekolahnya, sekembali di rumah, ayahnya bertanya, apakah yang telah ia pelajari di sekolah, ia menjawab, “Aku tahu bahwa Tuhan telah mengaruniakan ayah kepadaku sebagai salibku.” Lihatlah, kedua orang ayah itu sama-sama orang Kristen, tetapi betapa besarnya perbedaan mereka!

Karena itu, saya berkata kepada kalian, janganlah terburu-buru menuntut anak-anak kalian mematuhi kalian, tetapi terlebih dulu tuntutlah diri kalian menjadi orang tua yang baik di hadapan Allah. Kalau Anda bukan orang tua yang baik, dengan sendirinya Anda bukan orang Kristen yang baik. Allah mengaruniakan anak-anak kepada orang tua, bukan menghendaki orang tua menjadi salib anak-anak, melainkan menghendaki orang tua belajar menghormati kebebasan, kepribadian, dan jiwa orang lain di hadapan Allah.

E. JANGAN MEMBANGKITKAN KEMARAHAN
DI DALAM HATI ANAK-ANAK

Kelima, Paulus menunjukkan satu perkara yang sangat penting bagi orang tua, yaitu tidak boleh membangkitkan kemarahan di dalam hati mereka.

1. Tidak Boleh Menggunakan Wewenang
Secara Berlebihan

Apakah artinya membangkitkan kemarahan di dalam hati anak-anak? Itu berarti Anda menggunakan wewenang Anda secara berlebihan; atau Anda menekan mereka dengan kekuatan fisik Anda, sebab bagaimanapun Anda lebih kuat daripada mereka; atau Anda menekan mereka dengan kekuatan uang. Anda berkata kepada anak-anak, “Kalau kamu tidak menurut, tidak kuberi uang; kalau kamu tidak menurut, tidak kuberi makan dan pakaian. Hidup mereka bersandar kepada Anda, Anda menganiaya mereka dengan uang. Adakalanya Anda menganiaya mereka dengan kekuatan fisik Anda atau dengan kemauan mutlak Anda, sehingga membuat mereka marah. Pada suatu hari, segalanya akan ia lepas sama sekali, ia ingin serba bebas.

Saya kenal seorang saudara, ayahnya senang bermain Judi dan merokok, bahkan korupsi serta banyak lagi perbuatan yang tidak baik. Tetapi ia tetap mengunjungi kebaktian, bahkan mengharuskan anak-anaknya pergi ke kebaktian. Kalau mereka tidak mau, ia akan menegur mereka dengan keras. Anak-anak dibuatnya sama sekali tidak tertarik diam di rumah, dan kemudian diharuskan ke kebaktian. Saudara itu kemudian berkata bahwa ia pernah bersumpah, bila ia telah dewasa, ia sekali-kali tak akan mau pergi ke gereja. Puji Tuhan, walau ia pernah bersumpah demikian, akhirnya ia beroleh selamat. Seandainya tidak, ia pasti akan menjadi seorang anti Kristen. Ini suatu perkara yang sangat serius. Ayahnya itu sendiri tidak tertarik, tetapi menghendaki anak-anaknya masuk gereja, itu suatu hal yang mustahil dan itu berarti membangkitkan kemarahan mereka. Karena itu, orang tua jangan sekali-kali menggunakan wewenang secara berlebihan, sehingga membangkitkan kemarahan di dalam hati anak-anak. Bagaimanapun juga jangan sampai membuat anak-anak menjadi tegar dan memberontak.

Saya ingat pula seorang yang hingga hari ini belum juga beroleh selamat. Di rumahnya ia dipaksa membaca Alkitab, di sekolah juga dipaksa membaca Alkitab, sebab sekolahnya itu sekolah Kristen. Saya bukan mengatakan orang tua tidak seharusnya mendorong anak-anak membaca Alkitab, melainkan Anda harus menarik mereka, dan Anda sendiri harus berlaku baik. Jika Anda tidak menunjukkan kemustikaan Tuhan kepada mereka, hanya tahu menekan mereka, itu tidak benar. Orang tersebut, ibunya adalah seorang Kristen gadungan, temperamennya sangat keras, anaknya diharuskan membaca Alkitab, dan sekolah di sekolah Kristen. Pada suatu hari ia bertanya kepada ibunya, kapan ia boleh bebas dari membaca Alkitab. Ibunya berkata, kalau ia sudah lulus sekolah menengah. Ketika ia lulus sekolah menengah, ia membawa tiga jilid Alkitabnya ke belakang rumah lalu dibakarnya.

Anda harus menarik anak-anak Anda secara otomatis, jika tidak mereka akan sangat gusar sekali, dan apa pun akan mereka lakukan. Memang Anda menghendaki mereka menjadi anak-anak yang baik, tetapi begitu mereka beroleh kebebasan, mereka akan memberontak. Inilah artinya membangkitkan kemarahan anak-anak. Karena itu janganlah kalian membangkitkan kemarahan anak-anak kalian. Hendaklah kalian belajar menjadi orang tua, bersikap kasih sayang dan lemah lembut terhadap mereka, harus mempunyai kesaksian dan dapat menarik mereka. Selain itu, jangan sekali-kali menggunakan wewenang secara berlebihan atas diri mereka. Wewenang hanya dapat dipakai seperlunya, penggunaan wewenang yang berlebihan akan membuat mereka menjadi kehilangan tekad.

2. Harus Memberi Penghargaan yang Wajar
kepada Anak-anak

Tidak saja demikian, bila anak-anak berlaku baik, orang tua harus memberi penghargaan yang wajar kepada mereka. Ada orang tua yang hanya bisa memukul dan mengomel saja, selain itu tidak, kalau begitu mudah sekali membangkitkan kemarahan anak-anak. Anda harus ingat, ada di antara anak-anak yang sesungguhnya berminat untuk berlaku baik. Kalau Anda hanya memukul dan mengomelinya saja, lain tidak, maka akhirnya Anda akan membuatnya “tawar hati” atau “kehilangan tekad”. Ia akan merasa berlaku baik pun tidak ada gunanya, sebab orang tua tidak tahu. Karena itu, bila anak-anak Anda berlaku baik, Anda harus mendorong mereka. Anda boleh berkata kepada mereka, “Hari ini kalian sudah lumayan baik, maka ayah akan ekstra memberi kalian hadiah.” Memang, anak-anak perlu pendisiplinan, tetapi mereka juga perlu penghargaan. Kalau tidak, mereka akan kehilangan tekad.

Dulu saya pernah membaca sebuah cerita, yaitu ada seorang anak’perempuan yang masih sangat kecil, ibunya hanya bisa memukul dan mengomelinya. Anak ini ketika kecil, baik wataknya. Karena merasa ibunya tidak baik terhadapnya, maka pada suatu hari ia khusus berbuat sesuatu untuk menarik perhatian ibunya. Pada malam hari, ibunya menanggalkan pakaiannya, meletakkannya di atas ranjang, dan pergi. Ia segera memanggil ibunya. Ibunya bertanya ada apa, ia tidak menjawab. Ibunya hendak pergi, ia memanggil lagi. Sekali lagi ibunya bertanya ada apa, ia berkata, Ibu, apakah ibu tiada sesuatu untuk dikatakan?” Setelah itu anak kecil ini menangis terus-menerus selama dua jam. Sang ibu ini telah mati rasa, hanya bisa memukul dan mengomel, selain memukul dan mengomel tiada perasaan.

Karena itu kalian harus ingat, dalam Alkitab Perjanjian Baru lebih banyak ayat-ayat yang mengajar orang untuk menjadi orang tua daripada menjadi anak-anak. Kesalahan sebagai orang tua hanya Tuhan yang menunjukkan kepada kita. Kesalahan sebagai anak-anak sudah dikatakan oleh manusia di seluruh dunia, maka kita mengatakannya sedikit saja. Alkitab menunjukkan kepada kita, sesungguhnya karena kekurangan perasaan para orang tua mengakibatkan anak-anak menjadi gusar dan kehilangan tekad mereka. Itulah sebabnya masalah orang tua perlu kita perbincangkan secara khusus. Profesi ini lebih sulit daripada profesi yang mana pun. Para orang tua harus mencurahkan segenap semangat dan membuang waktu untuk menjadi orang tua; jangan sekali-kali tanpa perasaan.

F. TUTUR KATA HARUS TEPAT

Keenam, tutur kata orang tua harus sangat efektif dan efisien terhadap diri anak-anak. Karena itu, tidak saja teladan Anda penting, tutur kata Anda pun penting.

1. Jangan Memberi Janji Kosong

Ingatlah, sebagai orang tua, Anda tidak seharusnya mengatakan kepada anak-anak Anda perkataan-perkataan yang sekiranya tidak dapat Anda laksanakan. Jangan sekali-kali memberi janji-janji yang kosong. Jika Anda tidak sanggup memenuhi janji itu, janganlah Anda berjanji kepadanya. Misalkan anak-anak Anda minta dibelikan sesuatu, Anda harus menimbang-nimbang kekuatan ekonomi Anda dulu, jika terjangkau bolehlah Anda menyanggupinya; jika tidak, Anda boleh berkata bahwa Anda akan berbuat sekuat tenaga, kalau terjangkau Anda belikan, kalau tidak, tidak Anda belikan. Setiap perkataan Anda harus dapat dipercayai. Jangan Anda mengira ini perkara yang sepele. Anda harus membuat mereka tidak meragukan perkataan Anda. Tidak saja tidak meragukan, bahkan mereka harus percaya bahwa perkataan Anda dapat diandalkan. Kalau anak-anak merasa perkataan orang tua tidak bisa dipercayai, maka setelah mereka dewasa, pasti mereka akan sembrono dalam segala perkara. Mereka pun mengira boleh berbicara sembarangan.

Ada perkataan-perkataan yang khusus dipergunakan dalam bidang politik, bukan perkataan yang bersifat faktual, perkataan semacam itu tidak boleh Anda gunakan. Banyak orang tua yang seolah-olah terlalu baik hati, sehingga apa pun yang diminta anak-anak semua disanggupi, tetapi dalam sepuluh permintaan tiada satu pun yang terlaksana. Janji-janji yang luar biasa baiknya hanya akan membuat anak-anak menjadi putus asa. Karena itu, pilihlah perkara yang dapat Anda laksanakan untuk Anda janjikan, perkara-perkara yang tak terjangkau lebih baik tidak Anda janjikan. Perkara yang belum tentu terjangkau, katakanlah itu belum tentu terjangkau. Pokoknya perkataan Anda harus Anda ucapkan dengan tepat dan mantap.

2. Bila Perintah Keluar Tak Dapat
Tidak Dilaksanakan

Adakalanya tidak saja janji, bahkan pula perintah. Kalau Anda menyuruh anak-anak melakukan suatu hal, maka begitu perintah keluar, haruslah dilaksanakan. Anda harus meyakinkan mereka bahwa perkataan Anda mewakili kehendak Anda. Seringkali memang Anda telah mengeluarkan perintah yang tepat, tetapi Anda sendiri melupakannya. Itu tidak seharusnya. Anda tidak boleh membenarkan mereka jika mereka tidak melaksanakan perintah Anda untuk sekali ini, sedangkan jika mereka lain kali melalaikan perintah Anda, Anda menyalahkannya. Jika demikian anak-anak Anda akan merasa bingung. Karena itu, Anda harus menunjukkan kepada anak-anak, tak peduli Anda ingat atau tidak, bila perintah Anda keluar, mereka harus menurut. Kalau Anda mampu membuka mulut untuk memerintahkan mereka sekali, Anda pun harus mampu membuka mulut untuk memerintahkan mereka seratus kali. Dan kalau Anda mampu mengatakan satu perkara, Anda pun harus mampu mengatakan setiap perkara; dan bagaimanapun juga tidak akan merubahnya.

Sejak mereka kecil Anda harus memperlihatkan kepada mereka bahwa perkataan itu suci adanya, baik yang berbentuk perintah atau janji. Sebagai contoh, misalkan Anda memerintahkan seorang anak menyapu lantai sebuah kamar setiap pagi. Setelah perintah itu keluar, Anda harus mengukur kekuatan Anda, apakah perkataan tersebut berguna atau tidak. Anda menyuruhnya menyapu lantai, kalau hari ini ia tidak melaksanakan, maka besok pagi Anda harus tetap menyuruhnya menyapu lantai tersebut. Kalau besok tidak disapunya, lusa tetap harus menyuruhnya menyapu lantai itu. Kalau tahun ini Anda menyuruhnya menyapu, tahun depan pun tetap menyuruhnya menyapu. Anda harus menyadarkannya bahwa ayahnya tidak berbicara sembarangan; bila perintah keluar tak dapat tidak dilaksanakan. Jika ia merasa bahwa perkataan Anda tidak dapat dipastikan, niscaya perkataan Anda akan kehilangan nilainya. Karena itu, setiap kalimat yang Anda ucapkan harus ada realitasnya dan harus ada prinsipnya.

3. Perkataan yang Melampaui Batas
Harus Segera Diralat

Adakalanya jika perkataan Anda melampaui batas atau keterlaluan, Anda harus mencari kesempatan untuk menunjukkan kepada anak-anak Anda bahwa perkataan Anda kali itu memang keterlaluan. Betapapun juga tutur kata Anda haruslah tepat. Seringkali dua ekor lembu Anda katakan tiga ekor, dan lima ekor burung Anda katakan delapan ekor, itu perlu Anda ralat segera. Ketika Anda berbicara dengan anak-anak Anda, Anda harus senantiasa belajar meralat perkataan-perkataan yang kurang tepat. Anda harus berkata bahwa perkataan tadi tidak benar, yang benar dua ekor lembu, bukan tiga ekor. Kita wajib memperlihatkan kepada mereka bahwa perkataan itu kudus. Segala sesuatu dalam keluarga adalah untuk membina karakter orang Kristen. Karena itu, Anda harus membina kesucian tutur kata. Ketika mereka berbicara, Anda pun harus menunjukkan kekudusan dan ketepatan perkataan mereka. Seringkali Andalah yang salah bicara, maka Anda harus dengan serius mengakui kesalahan itu. Dengan demikian maka Anda akan memperlihatkan kepada anak-anak Anda tentang kekudusan tutur kata. Banyak orang tua yang dalam berbicara tiga menjadi lima, dua menjadi tiga, tidak memberi teladan yang baik dalam keluarga, sehingga anak-anak pun selamanya tidak menyadari kekudusan tutur kata.

Semua kesulitan tersebut dikarenakan tiadanya ajaran dan nasihat Tuhan di dalam keluarga. Kalian wajib memiliki ajaran Tuhan dan harus memberi mereka ajaran Tuhan itu; setidak-tidaknya menunjukkan kekudusan tutur kata kepada mereka. Setiap janji atau perintah harus benar dan nyata, perkataan pun harus tepat. Kalau demikian maka sedikitnya anak-anak akan beroleh suatu pendidikan.

G. MEMELIHARA DENGAN AJARAN
DAN NASIHAT TUHAN

Ketujuh, kita wajib mendidik atau memelihara anak-anak dengan ajaran dan nasihat Tuhan. Apakah itu ajaran Tuhan? Yaitu bagaimana seharusnya seorang menjadi manusia. Bagaimanapun juga Anda harus menganggap anak-anak Anda mau menjadi orang Kristen, jangan menganggap mereka mau menjadi orang kafir. Apakah ajaran Tuhan? Ajaran Tuhan ialah: jika ia seorang Kristen, ia harus bagaimana? Tuhan menghendaki agar kita membuat ketetapan bagi anak-anak kita supaya mereka menjadi orang Kristen, tidak menjadi orang kafir yang kelak binasa. Anda harus berharap agar mereka menjadi orang Kristen, bahkan menjadi orang Kristen yang baik. Orang Kristen yang baik harus bagaimana, demikianlah Anda harus mengajar mereka menurut ajaran-ajaran tersebut.

Berikut ini ada banyak hal yang perlu kita singgung sekilas.

1. Harus Menormalkan Ambisi Anak-anak

Masalah anak-anak yang terbesar ialah ambisi. Setiap anak sejak kecil sudah berambisi. Andaikata pemerintah mengizinkan setiap anak membuat kartu nama, saya kira banyak anak akan mencetak kalimat: Saya adalah calon presiden, calon ketua, atau calon ratu. Karena itu, orang tua harus belajar menormalkan ambisi anak-anak. Jika Anda berkecimpung di dalam dunia, anak-anak Anda akan bercita-cita menjadi presiden, hartawan, atau tokoh-tokoh pendidikan. Bagaimana dunia Anda, begitu pula ambisi anak-anak Anda. Karena itu orang tua harus belajar mengoreksi ambisi anak-anak. Saya ingin menjadi pecinta Tuhan, bukan pecinta dunia. Kita harus menanamkan ambisi demikian ke dalam mereka sejak mereka kecil. Tunjukkan kepada mereka bahwa menderita sengsara bagi Tuhan adalah perkara yang luhur, dan menjadi kaum sahid adalah perkara yang mustika. Anda sendiri harus memberikan teladan kepada mereka, dan harus sering menyatakan ambisi Anda kepada mereka: Kalau mungkin, saya berharap menjadi apa; kalau mungkin saya berharap menjadi seorang Kristen macam apa. Dengan demikian Anda secara otomatis mengubah ambisi mereka. Kita wajib mengubah tekad mereka, agar mereka mengetahui mana yang luhur dan mustika.

2. Jangan Membangkitkan Kesombongan Anak-anak

Ada satu kesulitan lagi pada diri anak-anak, yakni mereka tidak saja memiliki ambisi dan tekad terhadap apa yang di luar, mereka juga memiliki kesombongan terhadap diri sendiri. Mungkin mereka membanggakan kepandaian, kecerdasan, atau petah lidah sendiri. Seorang anak selalu mempunyai banyak kelebihan yang boleh ia banggakan, dan menganggap dirinya sangat luar biasa. Untuk ini orang tua tidak usah memukulnya, namun jangan pula memupuk kesombongannya. Anda dapat melihat tidak sedikit pendidikan orang tua terhadap anak-anak yang memupuk kesombongan mereka, atau membantu mereka menjadi gila hormat; karena orang tua sering memuji anak-anak mereka di hadapan orang lain. Karena itu, kita boleh berkata kepada anak-anak kita bahwa di dalam dunia ini anak-anak yang seperti mereka banyak sekali. Anda jangan membangkit-bangkitkan kesombongannya. Kita harus memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka memang seyogyanya memiliki pikiran, kecerdasan, dan kepandaian bicara sesuai dengan ajaran dan nasihat Tuhan. Tetapi, Anda harus pula berkata kepada mereka bahwa di seluruh dunia anak-anak yang seperti mereka sangat banyak. Anda jangan membuatnya kehilangan harga diri, tetapi jangan pula membiarkannya sombong. Harga dirinya tak perlu kita pukul, tetapi harus menunjukkan kesombongan dirinya.

Banyak anak remaja yang harus berkecimpung dalam masyarakat selama 10 atau 20 tahun baru dapat bekerja dengan mantap, tetapi itu sudah terlambat. Banyak anak yang temperamennya begitu buruk, sombong, dan tidak dapat bekerja dengan baik dan patuh selagi berada dalam keluarga. Karena itu, di samping kita tidak membuat mereka kehilangan tekad, kita pun tidak membiarkan mereka menjadi orang sombong, yaitu menganggap dirinya luar biasa.

3. Harus Mengajar Anak-anak Terima Kalah
dan Belajar Rendah Hati

Selaku orang Kristen, kita harus mengetahui bagaimana memuji atau mengagumi orang lain. Kemenangan adalah perkara yang mudah, tetapi kekalahan adalah perkara yang tidak mudah. Orang yang bersikap rendah hati setelah menang ada, tetapi orang yang tidak mencemooh atau memfitnah orang lain setelah kalah, jarang. Namun itu bukan sikap orang Kristen. Karena itu, di satu pihak, jika seorang anak memiliki kelebihan, kita harus menganjurinya belajar merendahkan hati, tidak sombong. Di pihak lain, jika ia menderita kegagalan, kita harus menganjurinya belajar menerima kegagalan itu. Banyak anak yang selalu ingin menang. Hal ini pada diri mereka sendiri memang benar. Bermain bola ingin menang; berlomba lari ingin menjadi juara; sekolah ingin baik. Anda wajib menunjukkan kepada mereka, memang mereka di sekolah seharusnya belajar dengan baik, tetapi harus belajar merendahkan hati. Anda harus menganjuri mereka untuk bersikap rendah hati, sebab banyak pelajar lainnya yang mungkin lebih baik daripada mereka. Tidak saja demikian, ajarkan pula kepada mereka, kalau mereka kalah, haruslah bisa kalah dengan baik. Di sinilah kesulitan anak-anak, misalkan ada dua orang anak bermain bola, yang menang akan sombong, dan yang kalah akan menyalahkan wasit tidak adil, atau tempatnya tidak cocok, atau arahnya kurang tepat karena menghadap sinar matahari, dan sebagainya. Kita wajib menasihati mereka bersikap rendah hati, agar mereka memiliki karakter dan martabat orang Kristen. Tidak saja mampu meraih kemenangan, tetapi bila kalah harus bisa memuji atau mengagumi keunggulan orang lain. Terima kalah pun benar. Inilah yang menjadi kekurangan kita. Kalau sudah kalah sering memfitnah dan tidak memuji pihak lawan. Kita harus mendidik mereka sesuai dengan ajaran dan nasihat Tuhan.

Kebanyakan anak-anak jika melihat seorang temannya mendapat nilai baik dalam ujian lalu mengatakan anak itu disukai oleh guru, sedang nilainya sendiri tidak baik karena guru tidak menyukainya. Di sinilah perlunya mereka belajar merendahkan hati. Di tengah-tengah orang Kristen harus terdapat pekerti terima kalah. Kalau anak itu baik, terus terang mengatakannya baik. Harus terima kalah, harus mengakui memang si anu lebih pandai daripada aku, memang si anu lebih rajin belajar dan lebih baik daripada aku. Sikap terima kalah adalah pekerti orang Kristen. Ketika aku menang, jangan sekali-kali meremehkan orang lain, karena itu bukan contoh orang Kristen. Bila orang lain lebih baik daripada aku, aku harus memujinya. Si anu melompat lebih tinggi daripada aku, memang ia lebih kuat daripada aku. Dalam keluarga, Anda harus mendidik anak-anak belajar mengenal orang yang lebih kuat daripadanya. Hal ini akan membantu mereka untuk mudah mengenal diri sendiri ketika mereka menjadi orang Kristen di kemudian hari. Aku mengenal diri sendiri, dan aku dapat memuji orang-orang yang lebih baik daripada aku. Jika Anda memiliki anak-anak yang demikian, maka Anda dapat membantu mereka untuk mengenal perkara rohani.

4. Harus Mengajar Anak-anak Bisa Memilih

Saya harap kalian menaruh perhatian atas masalah Dalam ajaran Tuhan ada hal-hal yang harus Anda ajarkan kepada mereka sejak mereka kecil. Anda harus memberikan kesempatan memilih kepada anak-anak Anda sejak mereka kecil. Jangan sejak kecil hingga mereka berusia 18 atau 20 tahun Anda seolah-olah mewakili mereka dalam memilih segalanya; dan ketika mereka mencapai dewasa, Anda lalu mendadak menyuruhnya pergi ke dalam dunia. Jika pada waktu itu baru Anda menghendaki mereka memilih, itu tidak mungkin. Karena itu, perlu sering membiarkan mereka memilih sendiri, apa yang mereka sukai dan apa yang tidak mereka sukai. Anda harus menunjukkan apakah pilihan yang mereka sukai itu benar atau tidak. Berilah mereka kesempatan untuk memilih, dan pimpinlah mereka agar pilihan mereka tidak keliru. Biarlah mereka sendiri yang mengamati dan mempertimbangkan. Ada yang menyukai pakaian panjang, ada yang menyukai pakaian pendek, ada yang menyukai warna ini, ada yang menyukai warna itu. Anda harus membiarkan mereka memilih sendiri.

Kalau Anda tidak memberi mereka kesempatan untuk memilih, maka ketika mereka berusia lebih dari 20 tahun dan telah menikah, sekalipun Anda berkata bahwa suami adalah kepala istri, ia takkan mampu menjadi kepala. Janganlah sampai setelah ia beristri ia maih tak bisa menjadi kepala. Karena itu, kalau mungkin, hendaklah Anda memimpin anak-anak Anda, agar mereka mendapat banyak kesempatan untuk menentukan sesuatu. Ketika mereka sudah lebih dewasa, mereka akan mengetahui bagaimana seharusnya melakukan sesuatu, dan mengetahui mana yang benar mana yang salah. Sejak mereka kecil Anda harus memberi mereka kesempatan untuk memilih. Saya berkata kepada semua orang yang mempunyai anak, biarkanlah mereka memilih. Kalau tidak, anak-anak kita akan rusak. Anak-anak kita yang rusak itu semuanya berusia di antara 18 sampai 20 tahun. Karena selamanya tidak pernah memilih, sehingga ketika mereka dewasa mereka bertindak sembrono. Kita wajib memimpin mereka menurut ajaran Tuhan. Para orang tua harus mengajar anak-anak memilih, jangan mewakili mereka. Namun harus menunjukkan benar tidaknya pilihan mereka.

5. Harus Mengajari Anak-anak Belajar
Mengatur Urusan

Kalian harus mengajari anak-anak belajar menghadapi atau mengatur urusan. Kalian harus memberi mereka kesempatan untuk mengurus barang-barang mereka sendiri. Misalnya, sepatu atau kaus kaki mereka sendiri. Kalian boleh memberi sedikit bimbingan, lalu menyuruh mereka mengatur diri sendiri, agar mereka sejak kecil sudah tahu bagaimana menangani urusan-urusan itu. Ada anak-anak yang belum memulai dengan baik, sebab banyak orang tua secara tutup mata menyayangi mereka, tidak mengetahui harus bagaimana memperlakukan anaknya. Jika Anda ingin menjadi orang Kristen yang baik, Anda harus dengan teliti memimpin mereka belajar menghadapi atau mengatur urusan.

Saya yakin jika Tuhan merahmati gereja, setidak-tidaknya separuh saudara-saudari dalam gereja akan berasal dari anak-anak kita, sedang separuh lainnya berasal dari laut (dunia). Jika semua berasal dari laut, tiada yang berasal dari anak-anak kita, gereja tidak akan kuat. Kalian harus ingat, orang-orang yang segenerasi dengan Paulus dapat diselamatkan langsung dari dunia. Tetapi, orang-orang yang di belakang generasi Paulus haruslah seperti Timotius, yaitu berasal dari keluarga. Anda tak dapat selalu mengharapkan orang datang dari dunia, Anda harus mengharapkan kedatangan generasi kedua yang berasal dari keluarga, seperti halnya Timotius. Memang Injil Allah harus menyelamatkan manusia dari dalam dunia, tetapi harus pula mendatangkan orang-orang yang seperti Timotius. Ia mempunyai nenek Lois dan ibu Eunike yang mengasuh, mendidik dengan ajaran Tuhan, dan memimpinnya sampai dewasa. Kalau demikian gereja baru bisa kaya; kalau tidak, gereja tidak akan kaya. Karena itu, mumpung mereka masih kecil, Anda harus menghadapkan sedikit urusan dan membiarkan mereka belajar menata dan mengurusnya. Anda boleh sering mengadakan sidang keluarga dan biarkan mereka yang menangani. Semua barang dalam rumah harus ditata kembali menurut pandangan mereka. Barang-barang dalam almari pun harus ditata kembali menurut opini mereka. Anda harus menghendaki mereka pandai mengatur atau menangani urusan, baik anak laki-laki maupun perempuan. Kalau demikian kelak mereka akan menjadi seorang suami atau istri yang baik.

Bagaimanakah situasinya hari ini? Banyak anak perempuan yang seharusnya diurus oleh para ibu, tetapi tidak diurus, melainkan diserahkan kepada gereja; banyak pula anak laki-laki yang seharusnya diurus para ayah, para ayah pun tidak mengurus mereka, melainkan diserahkan kepada gereja. Alhasil, setelah anak-anak itu beroleh selamat dan datang ke dalam gereja, maka beban urusan gereja menjadi bertambah separuh. Semua itu disebabkan para orang tua tidak menjadi orang Kristen dengan sebaik-baiknya, sehingga setelah gereja memberitakan Injil dan menyelamatkan orang, gereja dibebani pula dengan urusan-urusan keluarga ini dan keluarga itu. Andaikata para orang tua Kristen bertanggung jawab baik-baik mendidik anak-anak sendiri, maka setelah anak-anak mereka masuk ke dalam gereja,gereja akan terhindar dari kelebihan beban urusan yang separuh itu. Ketika saya di Shanghai, saya sering mempunyai satu perasaan, ah, banyak urusan yang sebenarnya bukan tugas para pekerja, melainkan tugas orang tua. Karena para orang tua tidak mendidik anak-anak dengan baik dan membiarkan mereka jatuh ke dalam dunia, maka setelah mereka diselamatkan dari dunia, sekarang kita harus pula mendidik mereka. Itulah sebabnya urusan dan tugas kita menjadi bertambah banyak.

II. HARUS MEMIMPIN ANAK-ANAK BELAJAR
MENGENAL TUHAN

Kedelapan, kita harus memimpin anak-anak belajar bagaimana mengenal Tuhan. Mezbah keluarga sesungguhnya berguna sekali. Dalam Perjanjian Lama, Tabernakel selalu berkaitan dengan mezbah. Dengan perkataan lain, keluarga berkaitan dengan pelayanan dan persembahan kepada Allah. Karena itu, dalam sebuah keluarga, khususnya yang mempunyai anak-anak, tidak boleh kekurangan doa dan pembacaan Alkitab.

1. Harus Sesuai dengan Standar Anak-anak

Ada keluarga mengadakan apa yang disebut sidang keluarga, tetapi doa dan pembacaan Alkitab dilakukan terlampau panjang dan tinggi, sehingga anak-anak tidak memahami dan tidak mengerti untuk apa mereka duduk di sana. Itulah yang mengakibatkan seringnya sidang keluarga kita gagal: Karena itu, saya sering tidak setuju keluarga-keluarga yang mengundang kita memberikan khotbah yang dalam, dan menyuruh anak-anak mereka mengikuti sidang tersebut. Adakalanya suatu sidang keluarga berlangsung satu sampai dua jam dengan membicarakan kebenaran yang sangat dalam, hal ini sungguh menyulitkan anak-anak. Tetapi banyak orang tua tidak mempunyai perasaan bahwa anak-anak yang duduk di sana tidak mengerti apa yang mereka dengar. Misalkan membicarakan kitab Wahyu, mereka tidak mungkin mengerti. Karena itu, sidang keluarga harus memikirkan anak-anak. Sidang keluarga bukan diadakan untuk Anda, sidang Anda adalah di balai sidang. Jangan sekali-kali standar Anda diterapkan ke dalam keluarga. Apa yang Anda lakukan dalam keluarga haruslah sesuai dengan standar dan selera anak-anak Anda.

2. Harus Mendorong dan Menarik

Dalam sidang keluarga masih terdapat satu kesulitan lagi yaitu kekurangan kasih. Yang menarik mereka ikut bersidang bukan ayah atau ibu, tetapi cemeti. Sebetulnya mereka tidak ingin datang, tetapi terpaksa oleh sebab cemeti. Kalau tidak ada cemeti, mereka tidak mau datang. Itu tidak benar. Bagaimanapun juga Anda harus mendatangkan mereka dengan menarik dan mendorong, bukan dengan memukul. Dan jangan sekali-kali Anda menghukum mereka karena mereka tidak mau menghadiri sidang keluarga. Jangan-jangan setelah Anda menghukum mereka sekali, mereka akan tidak mau bersidang seumur hidup. Karena itu, para orang tua harus menarik anak-anak datang, jangan sekali-kali memaksa mereka. Akibat paksaan akan sangat buruk.

3. Adakan Sidang Keluarga Tiap Hari
pada Pagi dan Malam

Kami usulkan tiap keluarga mengadakan sidang keluarga sehari dua kali, yakni pagi sekali, malam sekali. Pagi dipimpin oleh ayah, malam oleh ibu. Kalian harus bangun agak pagi sedikit. Jangan setelah anak-anak makan pagi dan pergi ke sekolah, orang tua masih belum bangun. Jika Anda sudah mempunyai anak, Anda harus bangun agak pagi sedikit. Berilah sedikit waktu kepada mereka sebelum mereka berangkat ke sekolah. Sidang keluarga harus singkat, hidup, jangan panjang. Mungkin sepuluh menit sudah cukup, paling lama tidak melampaui seperempat jam, dan jangan kurang dari lima menit. Ajaklah mereka masing-masing membaca satu ayat Alkitab. Sang ayah boleh memilih beberapa istilah untuk diartikan secara singkat. Kalau mungkin mereka hafalkan boleh juga. Tidak usah seluruh ayat, dan coba menyuruh mereka mengingat makna satu kalimat. Terakhir ayah atau ibu berdoa mohon Allah memberkati mereka. Jangan mendoakan masalah yang terlalu tinggi dan besar, melainkan yang dapat dimengerti oleh mereka. Jangan panjang lebar, tetapi sederhana saja. Setelah itu baru mengantar mereka ke sekolah.

Pada waktu makan pun harus mengucapkan syukur. Baik makan pagi, makan siang, atau makan malam harus bersyukur kepada Allah dengan hati yang jujur dan ikhlas. Pimpinlah mereka belajar bersyukur. Pada malam hari boleh agak panjang sedikit, ini biar ibu yang pimpin. Sidang malam tak perlu membaca Alkitab, tetapi perlu berdoa. Terutama para ibu harus mengumpulkan anak-anak dan berbincang-bincang dengan mereka, ayah duduk di samping. Ibu harus menanggapi perkataan mereka, dan bertanya kepada mereka hari ini apakah ada kesulitan, berkelahi, dan apakah ada damai sejahtera dalam hati. Ingatlah, jika sang ibu tidak bisa menyuruh anak-anak berbicara, sang ibu pasti kurang beres. Jika antara ibu dengan anak-anak sampai ada sekatan, itu adalah kegagalan ibu. Kalau anak-anak tidak mau berbicara di hadapan ibu, ini kesalahan ibu. Para ibu harus menjadi sasaran bicara anak-anak, dan para ibu harus belajar mengeluarkan perkataan anak-anak. Kalau mereka hari ini tidak ada perkataan, besok harus Anda tanyakan lagi. Pimpinlah dan doronglah mereka untuk berdoa sambil memberikan beberapa contoh kalimat doa. Sidang semacam ini harus hidup.

Perlu pula membimbing mereka mengaku dosa, tetapi jangan sekali-kali memaksa mereka. Pengakuan dosa harus sama sekali jujur dan spontan, tanpa berpura-pura. Biarkan mereka sendiri yang berbuat, agar tidak ada kepalsuan; kalau ada katakan, kalau tidak, tidak usah. Banyak kepalsuan dilakukan anak-anak karena paksaan yang keras dari para orang tua. Anak-anak tidak berdusta, Andalah yang memaksa mereka berdusta. Para orang tua harus dengan sederhana memimpin anak-anak berdoa satu per satu; pokoknya setiap anak bisa berdoa sendiri. Terakhir, Anda sendiri mendoakan mereka, tetapi jangan terlalu panjang agar tidak membosankan mereka. Berikanlah kepada mereka makanan sesuai dengan kemampuan mereka, kalau terlalu banyak itu salah. Setelah mereka berdoa barulah menyuruh mereka tidur.

4. Harus Memperhatikan Pertobatan Anak-anak

Orang tua wajib menunjukkan kepada anak-anak apa itu dosa. Semua orang berdosa, maka orang tua harus memperhatikan pertobatan anak-anak. Orang tua harus memimpin anak-anak ke hadapan Tuhan, dan pada suatu waktu, orang tua wajib menganjuri mereka menerima Tuhan dengan sungguh-sungguh, bahkan membawa mereka ke dalam gereja agar mereka beroleh bagian di dalam gereja. Dengan demikian orang tua akan memimpin anak-anak belajar mengenal Allah.

I. SUASANA KELUARGA SEHARUSNYA
ADALAH KASIH

Kesembilan, suasana keluarga seharusnya adalah kasih. Ada orang yang jiwanya tidak normal, jarang bergaul, semua itu disebabkan tiada kasih.

Kondisi anak-anak di kemudian hari tergantung pada suasana dalam keluarga. Jika anak-anak di rumah sejak kecil tanpa diberi asuhan kasih, itu berarti membawa mereka ke dalam watak atau tabiat yang keras, menyendiri, dan pembangkang. Banyak orang ketika dewasa tidak dapat hidup bersama dengan orang lain, hal itu disebabkan kekurangan kondisi kasih dalam keluarga sewaktu mereka kecil. Kalau sebuah keluarga selalu bertengkar dan penuh dengan suara pertarungan, maka ketika anak-anak keluarga itu mencapai dewasa, semuanya akan menjadi abnormal. Dan dengan sendirinya anak-anak itu kemudian akan kurang bisa bergaul; mereka selalu tidak dapat memandang orang lain. Sebab merasa diri sendiri tidak sebaik orang lain, maka mereka akan berbalik ingin meninggi-ninggikan diri sendiri, agar lebih besar daripada orang lain. Setiap orang yang memiliki rasa rendah diri sebenarnya berarti meninggikan diri untuk mengimbangi dirinya sendiri.

Dalam masyarakat banyak manusia yang sukar dihadapi, misalkan perampok-perampok dan pemberontak- pemberontak. Itu semua dikarenakan tidak menerima kasih keluarga ketika mereka masih kecil. Karena mental atau wataknya telah berubah, maka ketika dewasa mereka menjadi terbalik. Jika orang-orang demikian datang ke dalam gereja, tentu akan timbul banyak kesulitan. Saya sering merasa bahwa pekerjaan dalam gereja ada separuh yang seharusnya dilakukan oleh para orang tua yang baik. Tetapi sayang, hari ini jarang ada orang tua yang baik. Alhasil, pekerjaan atau tugas itu jatuh ke atas pundak kita (para pekerja). Karena itu, saudara-saudara yang baru percaya harus nampak betapa mereka harus baik-baik memperlakukan anak-anak mereka. Dalam keluarga harus ada suasana sukacita, ramah atau lemah lembut, harus benar-benar ada kasih. Dengan demikian, ketika anak-anak keluarga ini keluar, mereka pasti menjadi anak-anak yang normal.

Para orang tua harus belajar menjadi teman anak-anak sendiri. Jangan sekali-kali membiarkan mereka seolah-olah merasa asing terhadap orang tua, yaitu sukar untuk berdekatan dengan orang tua. Anda harus ingat, teman berasal dari pergaulan, bukan dari kelahiran. Anda wajib belajar akrab dengan anak-anak Anda, dan senang membantu mereka. Bila mereka menghadapi kesulitan atau kelemahan, hendaklah mereka dapat memberitahu dan bermohon kepada Anda. Jangan ketika mereka lemah malah pergi mencari pertolongan dari orang lain. Ketika mereka gagal atau sukses hendaklah mereka dapat mengatakannya kepada Anda. Teman yang baik pasti mudah didekati dan mudah diminta pertolongannya. Waktu mereka lemah mereka dapat mencari Anda, waktu mereka sukses mereka pun dapat memberi tahu Anda. Kita wajib menjadi teman mereka. Bukan seolah-olah kita duduk di alas takhta dan menjatuhkan hukuman, melainkan menolong dan memberi bantuan. Pada saat-saat mereka butuh bantuan, Anda harus selalu sudi membantu mereka. Anda harus dapat duduk berdampingan dengan mereka untuk berunding, dan mereka pun dapat mencari Anda tak ubah dengan mencari teman. Dalam keluarga, orang tua harus berbuat sedemikian rupa sehingga menjadi teman anak-anak sendiri. Orang tua yang demikianlah baru terbilang orang tua yang benar dan sukses.

Karena itu, Anda harus sudah belajar semuanya ini sejak anak-anak Anda masih kecil. Saya berkata terus terang, bagaimana dekat dan akrabnya anak-anak Anda dengan Anda tergantung bagaimana perlakuan Anda terhadap mereka selama masa 20 tahun pertama. Jika selama masa ini mereka tidak bisa akrab dengan Anda, ketika mereka berusia 30 tahun atau 40 tahun, mereka tak mungkin akrab dengan Anda; malahan semakin renggang dengan Anda.

Banyak anak yang tidak damba berdampingan dengan orang tua mereka, sebab dengan mereka tidak seperti handai taulan, tanpa pergaulan sedikit pun. Bila mereka karena kesulitan datang kepada orang tua, tak ubah dengan tawanan yang menghadap hakim. Anda harus berbuat sedemikian rupa sehingga Andalah yang pertama dicari dan diberi tahu oleh mereka, bila mereka menjumpai kesukaran. Anda harus dapat menjadi orang tua yang dapat diandalkan oleh anak-anak Anda. Kalau demikian, maka keluarga Anda akan jarang sekali mengalami kesulitan, dan setiap kesulitan mereka pun mudah Anda atasi.

J. MASALAH HUKUMAN(HAJARAN)

Kesepuluh, adalah masalah hukuman (hajaran). Bila anak-anak berbuat salah haruslah dihukum, kalau tidak dihukum, itu tidak benar.

1. Harus Takut Menghajar Anak-anak

Namun, hukuman adalah perkara yang paling sulit. Para orang tua harus takut menghajar anak-anak sendiri, seperti takut menghajar orang tua sendiri. Tidak ada seorang anak yang boleh menghajar orang tuanya. Namun, menghajar orang tua sendiri masih lebih mudah diampuni; tetapi menghajar anak-anak sendiri malah tidak mudah diampuni. Karena itu, Anda harus belajar takut menghajar anak-anak sendiri seperti takut menghajar orang tua Anda sendiri.

2. Harus Ada Penghajaran

Tetapi Anda harus menghajar juga. Amsal 13:24 mengatakan, “Siapa tidak menggunakan tongkat (menghajar anak-anaknya sendiri) benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.” Inilah kebijaksanaan Salomo. Para orang tua seyogyanya menghajar anak-anak mereka dengan tongkat. Penghajaran adalah keharusan.

3. Harus Menghajar dengan Tepat dan Benar

Tetapi, Anda harus menghajar dengan tepat dan benar; jangan sekali-kali menghajar dengan emosi atau sambil naik pitam. Tak seorang pun yang boleh menghajar anak sambil murka. Ketika Anda merasa gusar, Anda sendirilah yang tidak beres. Ketahuilah, kalau anak-anak kita ada masalah dan kita menghajar mereka karena gusar, maka kita sendiri juga harus dihajar. Anda harus meredakan dahulu kegusaran Anda di hadapan Allah. Bila Anda sedang gusar, jangan sekali-kali Anda menghajar mereka.

4. Harus Menunjukkan Kesalahan Anak-anak

Memang ada perkara-perkara yang tak mungkin selesai tanpa penghajaran. Namun, Anda harus menunjukkan dulu apa sebabnya mereka harus menanggung kesalahannya dengan hajaran, bahkan harus menjelaskan kepadanya, yaitu karena ia telah bersalah dalam hal tertentu, maka kali ini ia harus dihajar.

5. Penghajaran adalah Perkara Besar

Jangan sekali-kali Anda membiasakan penghajaran terhadap anak-anak. Anda harus menganggapnya sebagai suatu perkara yang besar. Hal ini harus diketahui oleh seisi keluarga; besar, kecil semua berkumpul menyaksikannya. Ketika seorang ayah atau ibu menghajar anaknya, ia harus laksana seorang dokter mengoperasi pasiennya. Ia bukan membedahnya dengan pisau karena gusar, melainkan ingin membuang penyakitnya. Karena itu, penghajaran harus dilaksanakan dengan hati yang tenang, tanpa kemarahan. Seorang ayah atau ibu tidak boleh menghajar anaknya dengan kejengkelan. Jadi, di samping Anda menunjukkan kesalahannya, Anda sendiri pun harus tanpa kemarahan.

Bagaimana cara melakukannya? Saya sarankan demikian: Waktu Anda memegang cambuk, waktu itu seharusnya anak Anda sudah sangat bersalah sekali. Kemudian Anda menyuruh kakaknya mengambil sebaskom air hangat dan sebuah handuk. Katakan kepadanya bahwa ia telah bersalah, dan siapa yang bersalah harus menerima hukuman yang keras, yakni harus menerima hajaran. Dan setelah bersalah tidak boleh melarikan diri, menghindari hukuman adalah suatu kesalahan juga. Kalau seseorang berani berdosa, ia pun harus berani menerima hukuman, “Kamu telah bersalah, ayah tidak dapat membiarkan kamu, kamu harus terima hajaran ayah. Ayah menghajar kamu demikian, agar kamu menyadari kesalahanmu.” Anda lalu menghajarnya dua atau tiga kali. Mungkin tangannya terpukul hingga hijau dan hitam, lalu Anda menyuruh kakaknya meletakkan tangannya ke dalam air hangat beberapa saat; agar darahnya tidak mengendap, setelah itu seka dengan handuk. Lakukanlah seperti suatu upacara. Anda harus menunjukkan kepadanya bahwa dalam keluarga hanya ada kasih, tidak ada benci. Saya kira cara penghajaran yang demikian adalah yang benar.

Hari ini kebanyakan penghajaran dalam keluarga merupakan pernyataan atau ekspresi kemarahan dan kebencian, bukan ekspresi kasih sayang. Anda mengatakan bahwa Anda mengasihi anak-anak Anda, siapa yang percaya! Saya tidak percaya. Anda harus menunjukkan kesalahan mereka, agar mereka tahu bahwa ayah menghajar mereka tidak dengan kegusaran. Dengan baik-baik Anda menghajarnya beberapa kali, setelah itu Anda menyuruhnya pergi tidur. Bila masalahnya terlalu serius, ibu atau ayah boleh menerima hajaran baginya dua kali. Anda berkata kepadanya karena masalahnya terlalu serius, maka Anda harus menghajarnya lima kali. Tetapi, mungkin ia tidak tahan menerima semua hajaran itu, maka ibu menerima hajaran baginya dua kali, ayah pun menerima sekali, dan ia sendiri menghajar dirinya dua kali. Tunjukkan kepadanya bahwa itu adalah perkara yang serius dan besar, agar teringat olehnya seumur hidup, dan agar ia tak dapat berdosa dengan sembarangan.

Itulah ajaran Tuhan, bukan ajaran amarah Anda, dan itulah nasihat Tuhan, bukan nasihat amarah Anda. Karena itu saya menentang setiap amarah orang tua. Sebab amarah orang tua akan memusnahkan masa depan anak. Para orang tua harus belajar memiliki hukuman atau hajaran yang sejati terhadap anak-anak, dan harus pula belajar memiliki kasih sayang. Keluarga yang demikian barulah mirip dengan keluarga orang Kristen.

ANAK-ANAK YANG BESAR BERASAL
DARI ORANG TUA YANG BESAR

Terakhir, di sini saya ingin berkata bahwa dalam dunia banyak orang yang dipakai Allah yang berasal dari orang tua yang besar. Setelah Timotius, Anda nampak entah berapa banyak orang yang dipakai Allah semua berasal dari orang tua yang besar. Antara lain John Wesley dan John Newton. Dalam buku kidung kita banyak karangan Newton. Ada seorang tokoh lagi yang bernama John G. Paton, ia adalah seorang tokoh evangelis yang terkenal di seluruh dunia. Saya kira di antara para ayah tak seorang pun seperti ayahnya. Pada masa tuanya Paton masih berkata, “Setiap kali aku ingin berdosa, aku selalu teringat akan ayah, yaitu teringat betapa ayah berdoa untukku.” Keluarganya sangat miskin, mereka hanya memiliki sebuah kamar tidur, sebuah dapur dan sebuah kamar kecil. Ia berkata, “Setiap kali aku mendengar ayah berdoa dan berkeluh, aku gemetar; di situ ayah mendoakan jiwa kami. Sekarang walau aku sudah renta, tetapi aku masih ingat keluh kesahnya. Aku bersyukur kepada Allah yang mengaruniakan seorang ayah sedemikian kepadaku. Aku tidak dapat berdosa. Jika aku berdosa, berarti aku berdosa kepada Bapaku yang di surga, juga kepada ayahku yang di bumi.” Dalam dunia ini sungguh sulit ditemukan ayah seperti ayah Paton, dan dalam dunia pun sulit memperoleh seorang anak yang sedemikian besarnya.

Kalau setiap orang tua dalam generasi kita ini menjadi orang tua yang baik, niscaya entah akan terlahir berapa banyaknya saudara saudari yang perkasa di antara kita. Saya sering ingin mengucapkan kalimat ini: masa depan gereja dapat dilihat dari diri para orang tua. Ketika Allah ingin memberkati gereja, maka perlu ada orang-orang yang dibangkitkan, terutama perlu bangkit lebih banyak Timotius. Ini bukan berarti tidak perlu membawa orang dari dalam dunia, melainkan kita lebih perlu beroleh segolongan orang yang berasal dari keluarga Kristen.

Published by

filadelfia

orang yang tidak sempurna dikasihi oleh Dia yang sempurna