36 || PENYAKIT

PENYAKIT

Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia
Kotak Pos 1114
Surabaya-60011

“Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.”
Matius 8: 17b

“Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu.”
Mazmur 103: 3

Mengenai masalah penyakit, ada beberapa hal yang perlu kita bahas di hadapan Allah.

I. HUBUNGAN ANTARA
PENYAKIT DENGAN DOSA

Sebelum manusia berdosa, manusia tidak mempunyai penyakit; manusia tidak sakit. Tetapi setelah manusia berdosa, barulah ada penyakit. Karena itu, secara umum boleh dikatakan bahwa penyakit sama dengan kematian, yakni berasal dari dosa. Oleh karena seorang berdosa, maka dosa dan maut masuk ke dalam dunia. Sebagaimana maut telah menimpa semua orang karena dosa, demikian pula penyakit telah menimpa semua orang karena dosa. Walaupun semua orang tidak melakukan dosa seperti yang dilakukan Adam, namun karena Adam telah berbuat dosa, maka semua orang pun seperti Adam — Mati. Setelah ada dosa, ada kematian. Di antara dosa dengan kematian terdapat satu barang yang kita sebut penyakit. Inilah asal-usul penyakit pada umumnya.

Tetapi ketika penyakit menghinggapi diri seseorang, ia mempunyai dua penyebab yang berbeda. Pertama, penyakit berasal dari dosa; kedua, penyakit bukan berasal dari dosa. Jadi ada semacam penyakit yang bukan berasal dari dosa. Kedua penyebab tersebut harus kita pisahkan. Tanpa dosa, pasti tidak akan ada penyakit; sama dengan tanpa dosa, takkan ada kematian. Jika dalam dunia tiada kematian, penyakit pun tidak mungkin ada. Karena ada dosa, timbullah kematian; karena ada kematian, timbullah penyakit. Akan tetapi pada pribadi seseorang, banyak yang sakitnya karena berdosa, banyak pula yang sakitnya bukan karena berdosa. Itulah sebabnya kita harus memisahkan dengan jelas masalah hubungan penyakit seseorang dengan dosa secara pribadi, dan hubungan penyakit umat manusia dengan dosa secara umum.

1. Karena Manusia Berdosa kepada Allah

Dalam Perjanjian Lama (kitab Imamat dan kitab Bilangan) dapat kita baca, apabila bani Israel mau menaati Allah, menempuh jalan Allah, tidak mengingkari hukum Taurat Allah dan tidak berdosa, maka Allah melindungi mereka, sehingga mereka terhindar dari berbagai penyakit. Dalam kitab-kitab itu Allah dengan jelas memperlihatkan kepada kita bahwa banyak penyakit yang berasal dari pengingkaran terhadap Tuhan dan perbuatan dosa.

Sampai Perjanjian baru, kita nampak adanya orang sakit yang disebabkan karena berdosa. Paulus mengatakan bahwa ada seorang telah berdosa dan ia akan menyerahkan tubuh orang itu kepada Iblis (1 Kor. 5:4-5). Ini dengan jelas menunjukkan bahwa sakit berasal dari dosa. Kalau ringan itulah sakit, kalau berat itulah kematian. Menurut 2 Korintus 7:9-10, Paulus menyuruh orang itu sakit, bukan menyuruhnya mati. Karena akhirnya ia menyesal dengan menghasilkan pertobatan yang selamanya tidak disesalkan. Paulus mengatakan orang itu harus diampuni (2 Kor. 2:6-7). Satu Korintus mengatakan bahwa tubuh orang itu harus diserahkan kepada Iblis, bukan nyawanya. Ini berarti menyuruh dia sakit, bukan mati. Maka jelaslah bahwa penyakitnya berasal dari dosa.

Paulus juga menyatakan kepada kita bahwa ada beberapa orang di gereja Korintus yang karena makan roti dan minum cawan Tuhan tanpa mengakui tubuh Tuhan, sehingga mereka lemah dan sakit, dan tidak sedikit pula yang meninggal (1 Kor. 11:29-30). Ini membuktikan bahwa penyakit mereka disebabkan mengingkari Tuhan.

Kita mempunyai dasar Alkitab yang cukup jelas untuk membuktikan kebanyakan orang, (bukan semua orang), yang sakitnya disebabkan karena telah berbuat dosa. Maka, tatkala seseorang jatuh sakit, hal pertama yang harus diselidiki ialah apakah ia berdosa terhadap Allah. Banyak orang dapat mengetahui bahwa penyakitnya itu dikarenakan berdosa terhadap Allah.

Di antara saudara dan saudari yang saya kenal dan saya ketahui, saya dapat mengetengahkan, ada lebih dari seratus orang yang dari penyelidikan mereka sendiri di hadapan Tuhan membuktikan bahwa hampir semua penyakit mereka disebabkan karena berdosa; yaitu mereka pernah satu kali mengingkari Tuhan, atau mengabaikan Firman Tuhan, atau salah jalan. Setelah mereka menemukan dosa itu dan mengaku dosa, penyakit mereka pun lenyaplah. Banyak saudara saudari yang mempunyai pengalaman demikian, saya sendiri juga mempunyai banyak pengalaman yang serupa. Penyakit Anda akan segera lenyap, bila di hadapan Allah Anda telah menemukan penyebabnya. Hal ini tidak dapat diinterpretasikan melalui ilmu kedokteran.

Tidak semua penyakit pasti berasal dari dosa, tetapi kebanyakan memang berasal dari dosa. Ditinjau dari penyakit itu sendiri, ia sama dengan kematian, yaitu berasal dari dosa. Akan tetapi, penyakit yang diderita seseorang secara individual belum tentu berasal dari dosa, walaupun seringkali juga berasal dari dosa. Harus kita akui bahwa memang banyak penyakit yang dapat kita temukan melalui penyebab alamiah, namun janganlah kita mengira bahwa semua penyakit itu berasal dari penyebab alamiah.

Kita wajib mengakui, seringkali orang menderita sakit yang jelas sekali disebabkan di dalamnya terdapat dosa. Saya teringat akan seorang saudara yang menjadi dosen di fakultas kedokteran, universitas Chungking di Shanghai. Ketika ia memberi kuliah, ia pernah mengatakan bahwa banyak sekali penyakit yang diketemukan penyebab alamiahnya. Misalnya dari bakteri-bakteri staphylokokken, streptokokken, atau pneumokokken. Sejenis bakteri saja dapat menimbulkan beberapa macam penyakit. Maka dari beberapa jenis bakteri dapat pula menyebabkan berbagai macam penyakit. Sebagai seorang dokter, tentu saja ia dapat mengetahui dari bakteri mana suatu penyakit berasal. Tetapi ia tak dapat memastikan apa sebabnya sejenis bakteri tertentu tidak bisa menulari orang ini, namun bisa menulari orang itu.

Misalkan ada sepuluh orang bersama-sama tinggal dalam sebuah ruangan, dan mereka semua telah berhubungan dengan sejenis bakteri, akhirnya, orang yang bertubuh baik malahan yang ketularan, sedangkan yang tubuhnya tidak baik tidak ketularan. Secara logika, orang yang tubuhnya tidak baiklah yang mudah ketularan, sedangkan yang tubuhnya baik tidak mudah ketularan. Namun pada faktanya adalah berkebalikan. Mungkin juga orang yang memenuhi syarat tidak ketularan, sedangkan yang tidak memenuhi syarat yang ketularan. Ini sungguh tak dapat kita interpretasikan! Saudara itu mengakui bahwa di luar faktor alamiah, masih terdapat faktor pengendalian Allah. Saya kira inilah suatu ungkapan yang sangat baik. Seringkali walaupun berbagai usaha preventif telah tersedia sedemikian lengkap, namun tetap saja manusia bisa terjangkit penyakit tertentu.

Saya masih ingat pula, ada seorang teman sekolah saya pernah mengatakan, ketika ia belajar di fakultas kedokteran, ada seorang guru besar yang sangat pandai, namun ia seorang pemarah. Ketika ia mengadakan ujian, pertanyaannya selalu sangat sederhana. Pernah sekali ia mengeluarkan satu pertanyaan yang sangat sederhana, namun banyak yang tak dapat menjawab. Pertanyaannya, apa sebabnya orang bisa menderita penyakit terberkulosa (TBC)? Kebanyakan murid menjawab, karena ada kuman-kuman tuberkulosa. Setiap murid yang menjawab demikian, semua diberi tanda X. Ia lalu bertanya, dunia ini penuh dengan kuman TBC, bila demikian bukankah semua manusia akan menderita penyakit TBC? Kemudian dijelaskannya bahwa kuman-kuman TBC hanya dalam persyaratan yang cocok baru bisa menyebabkan penyakit TBC, bukan hanya karena ada kuman TBC saja. Murid-murid mengira asal ada kuman pasti ada penyakit, padahal harus ada kondisi yang cocok, barulah ia bisa menjadi penyakit. Demikian pula penyakit pada diri seorang Kristen. Meskipun dalam dunia terdapat banyak alasan alamiah, tetapi hanya di bawah persyaratan yang cocok barulah Allah mengizinkan penyakit itu terjadi, dan orang Kristen bisa menderita sakit. Jika tidak dalam persyaratan yang cocok, Allah takkan mengizinkan hal itu terjadi.

2. Banyak Penyakit yang Harus
Mohon Pengampunan Dulu,
Baru Mohon Penyembuhan

Kita mutlak percaya akan adanya penyebab penyakit dari aspek alamiah, karena kita memiliki alasan dan dasar ilmiah yang cukup untuk membenarkan penyebab-penyebab alamiah tersebut. Akan tetapi kita pun mengakui, banyak penyakit yang diderita anak-anak Allah yang sesungguhnya disebabkan karena dosa; ya, karena mereka berdosa terhadap Allah. Seperti yang tercantum pada 1 Korintus 11. Maka, lebih baik Anda mohon pengampunan dulu, daripada mohon penyembuhan kepada Allah. Jadi, Anda harus minta diampuni dulu, kemudian baru minta disembuhkan.

Kadangkala begitu kita jatuh sakit, kita segera dapat menemukan dalam hal manakah kita telah berdosa terhadap Tuhan, dalam hal apa kita tidak mematuhi-Nya, atau dalam hal apa kita tidak menuruti firman-Nya. Setelah,Anda berdoa dan menemukan dosa itu, penyakit Anda pun segera sembuh. Saya pernah melihat banyak orang yang mengalami keadaan demikian. Begitu masalah di hadapan Tuhan sudah beres, penyakit pun lenyap. Ini sungguh suatu perkara yang sangat ajaib. Maka pertama-tama yang harus kita ketahui dengan jelas ialah, penyakit berhubungan dengan dosa. Sebab pada umumnya penyakit berasal dari dosa, dan secara perorangan, adakalanya penyakit juga berasal dari dosa.

II. PEKERJAAN TUHAN DAN PENYAKIT

1. Memikul Kelemahan Kita,
Menanggung Penyakit Kita

Yesaya 53:4-5 mengatakan, “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya (Kristus) dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira Dia kena tulah, dipukul, dan ditindas Allah, … Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.”

Yesaya 53 merupakan pasal yang paling banyak dikutip oleh kitab Perjanjian Baru. Pasal ini khususnya membicarakan bagaimana Tuhan menjadi Juruselamat kita. Ayat 4, dalam Matius 8:17 mendapat terjemahan yang lain, yaitu, “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.” Roh Kudus menunjukkan kepada Matius bahwa kedatangan Tuhan Yesus di dunia bertujuan menjadi seorang manusia yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita. Kita perlu khusus memperhatikan bahwa ketika Tuhan Yesus datang ke bumi, sebelum mati di atas salib, Ia sudah menanggung kesengsaraan kita dan memikul kelemahan kita. Ini berarti selagi Tuhan di bumi, Ia menganggap penyakit sebagai tanggungan atau urusan-Nya. Maka tidak saja Ia memberitakan Injil, Ia pun menyembuhkan penyakit, menguatkan orang yang lemah, menyembuhkan tangan yang mati, mentahirkan orang sakit kusta, menyuruh orang lumpuh bangun dan pulang ke rumahnya. Ya, di bumi ini Ia telah menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tuhan di bumi menganggap memberitakan Injil, melakukan mujizat, mengamalkan kebajikan, dan membina murid-murid sebagai pekerjaan-Nya; Ia pun menganggap menyembuhkan penyakit dan mengusir setan sebagai pekerjaan-Nya. Kita wajib nampak bahwa pekerjaan Tuhan juga bertujuan mengenyahkan penyakit-penyakit yang berasal dari dosa. Kedatangan Tuhan Yesus di dunia adalah untuk membereskan dosa, maut, dan penyakit.

2. Mengampuni Kesalahan,
Menyembuhkan Penyakit

Ada sebuah ayat yang sangat dikenal oleh anak-anak Allah, saya juga senang dan sering membacanya — Mazmur 103:1-3. Daud berseru, “Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku!” Mengapa? “Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!” Kebaikan apa? Ia menjelaskan, “Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu.”

Saya ingin saudara saudari nampak bahwa penyakit mempunyai dua pasangan; yang pertama maut, yang kedua dosa. Penyakit dan maut merupakan sejoli. Penyakit dan dosa merupakan sejoli yang lain. Masalah penyakit berpasangan dengan maut telah kita bahas di depan, yakni dosa mengakibatkan maut; karena maut akan tiba, maka ada penyakit. Kedua hal tersebut merupakan akibat. Sifat penyakit sama dengan kematian, keduanya berasal dari dosa. Melalui Mazmur 103 kita nampak penyakit juga berpasangan dengan dosa. Daud mengatakan, “Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu.” Karena jiwaku berdosa, maka tubuhku sakit. Tuhan membereskan dosa jiwaku, yakni mengampuni dosa-dosa jiwaku, sehingga penyakit tubuhku pun disembuhkan. Kesulitan tubuh, yaitu dalam batin terdapat dosa, sedang pada lahir terdapat penyakit. Puji Tuhan, hari ini kedua kesulitan tersebut telah dihapuskan-Nya bagi kita.

3. Pengampunan Dosa Sudah Sempurna,
Penyembuhan Penyakit Ada Batasnya

Antara pengampunan dosa dengan penyembuhan penyakit terdapat perbedaan yang mendasar. Allah menanggulangi dosa kita berbeda dengan Allah menanggulangi penyakit kita. Tatkala Tuhan Yesus mati di atas salib, Ia telah menanggung dosa kita. Apakah ada satu dosa yang ketinggalan yang tidak diampuni? Tidak! Karena karya Allah sedemikian sempurna, sehingga seluruh dosa terhapus. Ketika Tuhan Yesus masih hidup di bumi ini, Ia sudah menanggung penyakit dan kelemahan kita. Akan tetapi, Ia tidak menghapus semua penyakit, Ia pun tidak melenyapkan semua kelemahan. Paulus malahan berkata, “Jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Kor. 12:10). Ia tidak berkata, “Jika aku berdosa, maka aku suci. ” Dari sini kita nampak bahwa penghapusan dosa itu tuntas dan tak terbatas, tetapi penyembuhan penyakit tidaklah tuntas dan bukan tak terbatas. Maka kondisi penyakit dalam penebusan Tuhan berbeda dengan dosa. Kalau dosa terhapus tanpa batas, tetapi penyakit terhapus secara terbatas.

Timotius menderita kelemahan pada lambungnya. Tuhan membiarkan tubuhnya menderita kelemahan itu, meskipun ia seorang hamba Tuhan. Dalam keselamatan dan penebusan Tuhan, masalah dosa telah terhapus seluruhnya, tetapi masalah penyakit tidak. Ada segolongan orang mengira pekerjaan Tuhan hanya membereskan dosa, tidak membereskan penyakit; ada juga segolongan orang mengira ruang lingkup pemberesan Tuhan atas dosa sama besarnya dengan pemberesan-Nya atas penyakit. Akan tetapi pandangan kita tidak demikian. Alkitab dengan jelas menerangkan kepada kita, bahwa pemberesan dosa dan penyakit sama-sama menjadi pekerjaan Tuhan, hanya saja pemberesan dosa dilakukan tanpa batas, sedangkan pemberesan penyakit terbatas. Anda wajib nampak bahwa penanggulangan masalah dosa tidak terbatas, yakni masalah dosa telah terbereskan seluruhnya. Anak domba Allah menanggung dosa setiap orang; darah-Nya menghapus dosa seluruh manusia dunia. Problem dosa telah dibereskan seluruhnya, tetapi problem penyakit masih terdapat di antara anak-anak Allah.

Hari ini kita dapat memandang secara demikian di hadapan Allah: Sebenarnya anak-anak Allah tak perlu menderita penyakit sekian banyak, sebab Tuhan Yesus sesungguhnya telah menanggung penyakit kita. Kedatangan-Nya ke dunia sungguh mementingkan penyembuhan sakit. Walaupun di atas salib Tuhan tidak menanggung penyakit kita secara menyeluruh, namun pekerjaan-Nya juga mencakup penanggulangan penyakit. Kegenapan kitab Yesaya 53 terdapat pada Matius 8, bukan Matius 27. Sebelum Ia terpancang di bukit Golgota, Ia sudah menanggung penyakit kita. Itulah sebabnya masalah penyakit bukan tanpa batas seperti halnya masalah dosa. Perbedaan ini sangatlah jelas.

4. Jika Sakit, Seyogianya Mohon Kesembuhan

Orang beriman menderita sakit pasti ada sebab-musababnya. Banyak orang kehilangan kesempatan untuk beroleh kesembuhan, mungkin karena mereka di hadapan Tuhan tidak nampak bahwa Tuhan pun menanggung penyakit mereka. Kecuali Anda berkeyakinan seperti Paulus, yakni setelah berdoa sekali, dua kali, dan tiga kali, lalu mengetahui bahwa ketidaksembuhan penyakit Anda bermanfaat bagi Anda. Kalau tidak, lebih baik Anda mohon kesembuhan. Setelah berdoa tiga kali, Paulus menjadi jelas. Tuhan menunjukkan kepadanya bahwa baginya kelemahan lebih berfaedah daripada kesembuhan, kasih karunia-Nya cukup untuk dia, dan kelemahan justru lebih menyatakan kekuatan-Nya. Karena itu, Paulus rela menerima kelemahan tersebut. Kalau orang tidak nampak dengan jelas bahwa Allah menghendakinya menderita suatu kelemahan atau suatu penyakit, ia boleh sedapat-dapatnya memberanikan diri memohon kepada Tuhan, agar Tuhan menanggung kelemahan dan penyakitnya, yakni mohon kesembuhan.

Anak-anak Allah hidup di bumi bukan untuk menderita sakit, melainkan untuk memuliakan Allah. Andaikata penyakit dapat memuliakan Allah, tentulah itu perkara yang paling baik. Namun, kebanyakan penyakit tidak bisa memuliakan Allah. Maka bila Anda menderita sakit, Anda harus belajar bersandar di hadapan Allah, dan belajar mengenal Tuhan Yesus sebagai Penyelamat dan Penanggung sakit. Ketika Tuhan di bumi, banyak orang sakit telah menerima kesembuhan dari-Nya. Tuhan kemarin, hari ini, dan selama-lamanya tetap sama, maka kita boleh mohon kesembuhan-Nya. Kita boleh menyerahkan penyakit kita ke dalam tangan-Nya.

III. SIKAP ORANG BERIMAN
TERHADAP PENYAKIT

1. Harus Terlebih Dulu Menemukan Penyebabnya

Setiap kali seorang Kristen jatuh sakit, wajiblah ia terlebih dulu mencari penyebab sakitnya di hadapan Tuhan, ia tidak seharusnya terburu-buru memohon kesembuhan. Sekarang kita akan membahas proses suatu penyakit. Begitu seorang menderita sakit, hal pertama yang wajib ia lakukan ialah mencari dan menemukan penyebab sakitnya. Paulus menderita sakit, tetapi ia sendiri sangat jelas, inilah satu contoh yang baik. Allah menghendaki kita mengetahui dengan jelas di mana dan apa penyebab sakit kita itu. Kita wajib memeriksa diri, apakah kita telah mengingkari Tuhan? Apakah kita berdosa? Apakah kita merugikan orang lain? Atau apakah kita melanggar hukum alam? Ataupun mengabaikan perkara tertentu secara khusus? Kalian harus ingat, seringkali kita melanggar hukum alam, padahal itu pun berarti berbuat dosa terhadap Allah. Karena hukum-hukum itu ciptaan dan ketetapan Allah; Alah justru mengatur alam semesta melalui hukum-hukum alam tersebut. Maka penyakit kita pasti ada penyebabnya.

2. Tidak Seharusnya Tergesa-gesa
Mencari Dokter

Kebanyakan orang begitu menderita sakit, lalu takut sekali direnggut maut, maka mereka segera pergi mencari dokter dan tergesa-gesa mengharapkan kesembuhan. Ini bukanlah sikap yang sewajarnya dimiliki oleh orang Kristen. Jika kita menderita sakit, kita harus terlebih dahulu menemukan penyebabnya.

Banyak saudara saudari yang tidak mempunyai kesabaran sedikit pun. Begitu mereka sakit, hal pertama yang mereka lakukan ialah berusaha mendapatkan kesembuhan, mereka segera mencari dokter. Karena khawatir nyawa yang berharga ini akan melayang, maka di samping berdoa, memohon kesembuhan kepada Allah, juga pergi mencari dokter agar dapat sembuh lewat injeksi atau minum obat-obatan. Anda berbuat demikian karena Anda takut, dan karena menyayangi nyawa sendiri. Hal ini jelas membuktikan betapa Anda dipenuhi oleh diri sendiri. Pada waktu-waktu biasa Anda sudah dipenuhi oleh diri sendiri, maka begitu sakit tiba, Anda buru-buru mencari kesembuhan, ini lebih membuktikan bahwa Anda dipenuhi diri sendiri. Tak mungkin kalau Anda pada waktu-waktu biasa dipenuhi diri sendiri, dan kalau sakit tiba tidak dipenuhi diri sendiri. Orang yang pada waktu-waktu biasa dipenuhi diri sendiri, begitu ia jatuh sakit pastilah ia merasa cemas, lalu tergesa-gesa mencari kesembuhan.

3. Harus Terlebih Dulu Membereskan
Masalah di Hadapan Allah

Ketahuilah, cemas dan tergesa-gesa tidak ada gunanya. Karena Anda milik Allah, dalam keadaan demikian, Anda ingin beroleh kesembuhan tidaklah begitu mudah. Sekalipun kali ini Anda beroleh kesembuhan, lain kali mungkin akan sakit lagi, mungkin ada penyakit lain yang akan menimpa diri Anda. Kita wajib terlebih dulu membereskan masalah kita di hadapan Allah, kemudian baru kita dapat membereskan masalah tubuh kita. Jika masalah di hadapan Allah belum beres, masalah tubuh pun tak dapat beres. Sebab itu, bila kita menderita sakit, kita harus terlebih dulu menemukan penyebabnya, setelah itu baru mohon kesembuhan. Anda wajib menerima pelajaran yang diberikan oleh penyakit, sekalipun menderita sakit gawat, Anda dapat membereskan masalahnya. Bila Anda di hadapan Allah dapat membereskannya, Anda akan nampak Tuhan pasti memberi penyelesaian kepada Anda dalam waktu yang sangat singkat.

SeringkaIi Anda dapat menemukan adanya kesalahan atau dosa, itulah penyebab Anda jatuh sakit. Karena itu Anda wajib mengaku dosa di hadapan Allah, mohon pengampunan-Nya, setelah itu barulah Anda boleh mengharapkan kesembuhan-Nya. Bila Anda di hadapan Allah telah berjalan agak jauh, Anda akan nampak bahwa di sini tidak saja ada masalah dosa, juga ada masalah serangan Iblis. Adakalanya hal ini merupakan masalah pendisiplinan atau ganjaran Allah, yang bertujuan membuat Anda lebih kudus, lebih lemah lembut, lebih berserah dan patuh di hadapan Allah. Banyak penyebab yang wajib Anda bereskan satu persatu di hadapan Allah. Tatkala Anda melakukan pemberesan, Anda akan jelas apa penyebab sebenarnya dari penyakit yang Anda derita itu. Adakalanya Allah membiarkan Anda beroleh bantuan alamiah, yaitu bantuan melalui obat-obatan. Tetapi adakalanya Allah tidak membiarkan Anda mendapatkan bantuan dari obat-obatan, karena Allah sanggup menyembuhkan Anda dalam sekejap waktu.

4. Belajar Menengadah kepada
Allah Sang Penyembuh

Di sini kita harus menyadari bahwa kesembuhan selalu ada di tangan Allah. Kita wajib belajar menengadah kepada Sang Penyembuh, yaitu Allah sendiri. Dalam Perjanjian Lama Allah mempunyai satu nama: “Aku TUHANIah yang menyembuhkan engkau” (Kel. 15:26). Nama Allah di sini berbentuk kata kerja, satu nama yang istimewa. Maka kita harus belajar menengadah kepada Allah, Sang Penyembuh, Ia pasti akan merahmati umat-Nya sendiri.

5. Minta Didoakan dan Pengolesan Minyak
oleh Penatua Gereja

Setelah penyebab sakit ditemukan, ada salah satu cara yang patut Anda lakukan, yaitu minta didoakan dan dioles dengan minyak oleh penatua gereja (Yak. 5:14-15). Ini merupakan satu-satunya perintah dalam Alkitab bagi orang Kristen yang menderita sakit — “Kalau ada seseorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.”

Ketika Anda menderita sakit dan ingin membereskannya di hadapan Allah, di antaranya ada satu hal yang dapat Anda lakukan, yakni memanggil para penatua gereja, supaya mereka mendoakan dan mengoles Anda dengan minyak. Hal tersebut berarti membiarkan minyak Kepala — Kristus — mengalir ke atas anggota tubuh-Nya, yaitu Anda, sebab Anda adalah sebagian dari tubuh. Ketika hayat melewati tubuh Anda, penyakit Anda akan lenyap. Tujuan pengolesan minyak ialah agar Anda memperoleh minyak dari Kepala. Karena di sini Anda mempunyai problem pengingkaran, dosa atau problem lainnya, yang menyebabkan Anda terpisah dari perlindungan dan peredaran tubuh, maka Anda harus memanggil para penatua gereja untuk mengembalikan Anda ke dalam peredaran tubuh, yaitu meletakkan Anda ke dalam tubuh Kristus, sehingga Anda beroleh pengaliran hayat kembali.

Bila terjadi problem pada kedudukan anggota tubuh yang mana saja, hayat tubuh itu akan terhambat pada bagian tersebut. Pengolesan minyak justru dapat memulihkan aliran hayat itu. Karena itulah Anda harus memanggil para penatua gereja, mereka adalah wakil gereja, yaitu wakil tubuh lokal. Mereka akan mewakili tubuh mengoles Anda dengan minyak, agar minyak Kepala teralir kembali ke atas Anda, anggota tubuh yang telah macet ini. Menurut pengalaman kita, pengolesan minyak tersebut dapat segera membangunkan orang yang menderita sakit gawat sekalipun. Kita telah menyaksikan banyak orang yang menderita sakit, yang menurut pandangan manusia mustahil sembuh, namun Tuhan dapat memulihkannya dengan cepat sekali, sehingga ia beroleh kesembuhan mutlak.

6. Beberapa Penyebab Lainnya

Adakalanya “kita dapat menemukan adanya penyebab lain dari penyakit, yaitu sikap individualisme. Ingatlah, individualisme sebenarnya merupakan penyebab terbesar dari penyakit seseorang. Ada orang yang memiliki sikap individualisme, yakni berbuat sesuatu menurut kemauan sendiri dan dilakukan sendiri. Kalau Allah mengganjarnya, ia akan segera menderita sakit. Sebab suplaian tubuh tak dapat mengalir ke atas anggota tubuh yang sedemikian. Jika inilah yang menjadi penyebab sakitnya, maka ia perlu dialiri oleh suplaian tubuh.

Saya tak berani mengatakan bahwa masalah penyakit itu hanya sedemikian sederhana, karena penyebab sakit sangat banyak. Adakalanya dikarenakan Anda mengingkari perintah Tuhan, adakalanya dikarenakan Anda tidak melakukan perkara yang dikehendaki Tuhan, adakalanya dikarenakan Anda berbuat dosa, dan adakalanya disebabkan masalah individualistis ini. Memang ada orang yang bersikap individualistis, tetapi Allah membiarkannya, tidak mengganjarnya. Namun banyak orang, khususnya yang telah mengenal gereja, begitu mereka bersikap individualistis, mereka segera menderita sakit. Orang yang tidak mengenal gereja malah jarang menderita sakit, tetapi orang yang mengenal gereja, yakni yang lebih banyak berhubungan dengan gereja, Tuhan akan menempatkan mereka pada suatu kondisi tertentu, sehingga begitu mereka bersikap individualistis, Tuhan tidak membiarkan mereka berlalu begitu saja, Ia akan mengganjar mereka.

Adakalanya mungkin Anda telah mencemarkan tubuh Anda. Siapa yang mencemarkan tubuh ini, Allah akan merusak bait ini.

Karena banyaknya penyebab sakit, maka saya tidak dapat memberikan satu konsep kepada kalian. Saya hanya menunjukkan bahwa sakit pasti ada penyebabnya. Boleh jadi ada satu penyebab, namun boleh jadi pula ada banyak penyebab. Bila Anda telah menemukan penyebabnya, wajiblah Anda mengakuinya satu persatu di hadapan Tuhan. Setelah itu Anda memanggil para penatua gereja untuk bersama-sama mengaku dosa dan berdoa di hadapan Allah, serta memohon mereka mengoles Anda dengan minyak, agar hayat tubuh terpulihkan. Begitu hayat mengalir di atas tubuh Anda, penyakit Anda pun lenyaplah. Walaupun kita percaya adanya penyebab alamiah, tetapi pada pihak lain, kita nampak bahwa perkara rohani mengungguli perkara alamiah. Maka begitu kita membereskan yang rohani, penyakit kita pun akan sembuh sama sekali.

IV. GANJARAN ALLAH DAN PENYAKIT

1. Ada Penyakit yang
Mengandung Ganjaran Allah

Ada satu perkara yang sangat aneh, yaitu kalau orang kafir mudah beroleh kesembuhan, tetapi orang Kristen tidak begitu mudah. Kitab Perjanjian Baru memperlihatkan kepada kita, hampir setiap orang kafir segera mendapat kesembuhan bila mereka mencari Tuhan. Alkitab juga memperlihatkan kepada kita adanya karunia kesembuhan yang memungkinkan kita menyembuhkan penyakit saudara maupun orang kafir. Namun, Alkitab juga memperlihatkan kepada kita ada orang Kristen yang tidak beroleh kesembuhan, antara lain seperti Trofimus, Timotius, dan Paulus. Ketiga orang tersebut termasuk di antara saudara-saudara yang paling baik dalam Perjanjian Baru.

Paulus meninggalkan Trofimus dalam keadaan sakit di Miletus; ia tak berdaya apa-apa (2 Tim. 4:20). Ketika Timotius sakit, pencernaannya terganggu, Paulus menganjurinya meminum sedikit anggur, sebab ia tidak beroleh kesembuhan (1 Tim. 5:23). Paulus sendiri juga demikian, entah penyakit mata atau penyakit lainnya, membuatnya sangat menderita dan membuatnya cukup lemah. Jika tidak, tentu ia tidak mengaku ada sebuah duri yang selalu menusuk tubuhnya (2 Kor. 12:7).

Jangankan duri yang besar, duri yang kecil saja, cukup membuat orang resah; jangankan menusuk tubuh, menusuk jari tangan saja cukup membuat kita menderita. Duri yang menusuk Paulus bukan duri kecil, melainkan duri besar, yang menyebabkan seluruh tubuhnya sengsara. Ia menyebutnya dengan istilah kelemahan, karena itu kita dapat membayangkan betapa penyakitnya menyusahkan tubuhnya. Walau ketiga saudara tersebut adalah saudara-saudara yang paling baik, tetapi mereka tidak beroleh kesembuhan, mereka tetap menderita penyakit itu.

Jadi kita lihat, penyakit berbeda dengan dosa. Dosa tidak menghasilkan kekudusan, tetapi penyakit menghasilkan kekudusan. Adalah satu hal yang salah, jika orang menyamakan dosa dengan penyakit. Memang kedua hal itu ada persamaannya, tetapi ada juga perbedaannya. Kalau seseorang semakin banyak berdosa, ia akan semakin menjadi cemar, tetapi bila seseorang semakin banyak menderita sakit, ia tidak semakin cemar, melainkan semakin dikuduskan. Sebab dalam penyakit mengandung ganjaran Allah, maka ia dapat melahirkan hasil ganjaran Allah di atas diri penderitanya. Dalam keadaan demikian, anak-anak Allah harus belajar tunduk di bawah tangan Allah yang Mahakuasa.

2. Harus Menerima Pengajaran dari Penyakit

Bila Anda menderita sakit, Anda harus belajar melakukan pemberesan satu per satu di hadapan Allah. Setelah pemberesan itu selesai, kalau ternyata ada tangan Allah yang bertujuan mencegah Anda dari kecongkakan dan kesewenang-wenangan seperti orang dunia, maka Anda harus ingat, Anda tidak saja perlu menerima penyakit itu, bahkan harus menerima pengajaran dari penyakit tersebut. Hanya menderita sakit saja tidak berfaedah, yang berfaedah ialah menerima pengajarannya. Bukan penyakitnya yang dapat menguduskan kita, melainkan menerima pengajarannya baru dapat menguduskan kita. Kita harus mengetahui, dalam penyakit ini kebaikan dan manfaat apa yang sebenarnya kita peroleh. Apakah Allah mengajar aku supaya rendah hati seperti halnya Paulus, dan jangan aku sombong karena wahyu yang kudapat. Mungkin pula Allah menghendaki aku melunakkan watakku yang terlampau keras, sehingga Ia harus menyuruh penyakit menimpa diriku, dan tidak segera menyembuhkan aku.

Menderita sakit tak berguna, lunak baru berguna. Jika Anda tidak berubah menjadi lunak, walau Anda menderita sakit seumur hidup, itu sia-sia. Banyak orang yang menderita sakit seumur hidup, namun hal yang harus dibereskan belum juga dipelajari. Jika demikian, sungguh ia menderita sakit dengan sia-sia. Boleh jadi penyakitnya bisa sembuh setelah lewat beberapa saat, tetapi Tuhan tidak mengendorkan tangan-Nya, sehingga akan terjadi lagi peristiwa lain di atas dirinya. Maka begitu kita menderita sakit, wajiblah kita datang ke hadapan Tuhan dan mendengarkan apa yang hendak Tuhan katakan melalui penyakit kita itu.

Seringkali kita menyadari adanya ganjaran Tuhan. Ada orang yang menerima ganjaran Allah khusus melalui penyakit, dan Allah khusus menjamah titik kesulitannya yang tertentu.

3. Jangan Mengira Penyakit
Sebagai Sesuatu yang Menakutkan

Jangan sekali-kali kita mengira penyakit sebagai sesuatu yang menakutkan, sebab pisau ini bukan berada di tangan orang lain. Kalau seorang saudara mencukur kita, sekalipun dengan sebilah pisau besar, kita tidak merasa takut. Tetapi jika yang mencukur kita itu musuh kita, barulah menakutkan. Kita harus tanya, pisau ini di tangan siapa? Kalau aku bermusuhan dengan seorang dokter yang akan membedahku, patutlah aku merasa takut. Namun jika pisau itu berada di tangan seorang saudara, aku tak perlu takut. Ingatlah, penyakit berada di tangan Allah. Banyak saudara saudari yang kalau menderita sakit begitu mencemaskan kesehatan dirinya, seolah-olah penyakitnya berada di tangan musuh. Itu tidak pada tempatnya.

Allah telah mengukur setiap penyakit. Pencipta penyakit itu Iblis. Saya percaya, bahwa Iblis bisa membuat orang menderita sakit. Tetapi berdasarkan kitab Ayub, kita tahu penyakit itu sudah diukur dan dibatasi oleh Allah. Kitab Ayub jelas menerangkan kepada kita bahwa Iblis tidak berdaya membuat orang sakit tanpa melalui persetujuan Allah. Tanpa pembatasan Allah, Iblis tidak mungkin menyuruh Anda menderita sakit. Di sini terdapat persetujuan dan pembatasan Allah. Dari kisah Ayub, kita nampak Allah menyetujui ia menderita sakit, namun tidak menyetujui Iblis merenggut nyawanya. Itulah sebabnya, tiap kali penyakit menimpa diri kita, janganlah begitu putus asa atau begitu cemas, lalu mengharuskan pasti sembuh. Jangan pula mengira bila penyakitnya berlarut-larut, maka takut kalau-kalau meninggal dunia.

Camkanlah, penyakit berada di tangan Allah, Ia telah mengukur dan membatasinya. Setelah cukup ujian bagi Ayub, penyakitnya pun lenyaplah; sebab penyakitnya telah menggenapkan kehendak Allah di atas dirinya. Dari kisah Ayub ini kita nampak bahwa penanggulangan Allah ada kesudahannya (Yak. 5:11). Namun sayang sekali, banyak orang yang menderita sakit tanpa kesudahan, yakni tanpa meraih pelajaran apa-apa. Setiap penyakit berada di tangan Tuhan dan adalah pemberian Tuhan. Seringkali asalkan kita mengaku dosa, bereslah semua penyakit itu.

4. Dalam Menderita Sakit
Harus Mempelajari Pelajaran

Tuhan membiarkan banyak penyakit ada dalam tubuh kita, agar kita dapat mempelajari pelajaran. Semakin dini pelajaran itu kita pelajari, semakin dini pula penyakit itu berlalu. Banyak orang yang terlampau menyayangi diri sendiri. Terus terang saja saya katakan, kebanyakan orang menderita sakit bukan disebabkan lain hal, melainkan karena ia menyayangi diri sendiri. Banyak orang yang menyayangi diri sendiri sedemikian rupa, sehingga ia harus menderita sakit. Bila Tuhan tidak menyingkirkan motivasi hati Anda yang terlalu menyayangi diri, Anda tidak akan banyak gunanya di tangan Allah. Karena itulah Anda wajib belajar menjadi orang yang tidak menyayangi diri sendiri.

Ada orang yang sehari suntuk hanya memikirkan dirinya sendiri. Seolah-olah seluruh dunia hanya untuk dia saja, dan dia seolah-olah yang menjadi pusat bumi dan inti alam semesta, sehingga seluruh manusia di dunia harus hidup baginya. Dari pagi sampai malam, ia hanya memikirkan dirinya saja. Setiap perkara seolah-olah hanya mengitari dia saja. Allah pun hanya untuk kepentingannya, baik di surga maupun di bumi. Kristus, gereja, bahkan seluruh dunia semua hanya untuk dia seorang. Terhadap orang semacam ini, Allah tak dapat berbuat lain, kecuali menghancurkan intinya itu. Banyak orang yang tak mudah beroleh kesembuhan disebabkan mereka selalu mengharapkan simpati orang lain. Saya tahu banyak saudari yang mempunyai pengalaman demikian. Maka seringkali, bila Anda menolak simpati orang, penyakit Anda barulah sembuh.

Banyak juga orang yang menderita sakit karena ia sendiri menyukai penyakit itu. Sebab hanya pada waktu sakitlah ia bisa mendapatkan kasih orang. Ia tahu jika ia tidak sakit, orang tak dapat mengasihinya, maka ia ingin sering menderita sakit, supaya sering menerima kasih orang; bahkan ia senang menderita sakit selamanya, supaya orang lain mengasihinya selamanya pula. Saya sungguh pernah melihat kenyataan yang demikian. Hingga ada orang datang kepadanya dan menegurnya dengan keras mengatakan bahwa sakitnya justru disebabkan ia menyayangi diri sendiri; dan karena ia mengharap diperhatikan, ditilik, dan dikasihani orang melalui sakitnya, sebab itulah ia selalu menderita sakit. Kalau ia mau membereskannya di hadapan Allah dan menyadari penyebab sakitnya itu, niscaya ia segera sembuh.

Selama 20 tahun ini saya dapat mencatat ratusan perkara untuk membuktikan bahwa kebanyakan orang menderita sakit dikarenakan banyak macam penyebab. Tetapi jika kita mau membereskannya, begitu kita menemukan penyebabnya serta menyingkirkannya, pasti kita segera beroleh kesembuhan. Tanpa menyingkirkan penyebabnya, kesembuhan tidak akan kita peroleh.

Saya mengetahui seorang saudara, ia selalu menuntut dan mengharapkan kasih sayang dari orang lain, ia selalu mengharapkan orang lain melihatnya, berkata-kata baik kepadanya, dan memberikan perlakuan ramah yang luar biasa. Karena itu, setiap kali ia ditanya oleh siapa pun, ia selalu menjawab, kemarin malam ia begini, pagi tadi ia begitu. Ia dapat mengatakan dengan mendetail badannya demam berapa menit sekali, kepalanya sakit dari pukul anu sampai pukul anu, jantungnya berdetak berapa kali, dan sebagainya. Ia selalu tidak enak badan dalam suatu periode yang panjang. Ia selalu menceritakan hal itu kepada orang lain, agar mendapat simpati yang lembut dari orang lain. Jika Anda berdialog dengannya, ia tak mengatakan yang lain kecuali menceritakan tentang penderitaan sakitnya yang panjang itu. Ia sendiri merasa aneh, dan terus bertanya, mengapa sakitnya tidak beroleh kesembuhan.

Saya katakan pada kalian, untuk berkata secara terus terang bukan suatu perkara yang gampang, dan hal itu perlu membayar harga. Pada suatu hari, batin saya telah beroleh kekuatan, saya dengan berani berkata kepadanya bahwa penderitaannya yang berlarut-larut itu tak lain disebabkan ia sendiri menyukai penyakitnya itu. Ia menyangkal. Saya katakan lagi kepadanya bahwa ia takut kalau sakitnya terlepas dari dirinya, karena memang ia senang sakit. Ia tetap menyangkal pendapat saya. Saya berkata lagi, ia mendambakan simpati, kasih sayang, dan perhatian orang lain; karena tak ada jalan lain untuk memperolehnya, maka ia ingin memperolehnya melalui menderita sakit. Akhirnya saya katakan dengan tegas, jika ia di hadapan Allah ingin beroleh kesembuhan, ia tak dapat tidak membuang sikapnya yang demikian itu, ia harus selalu menjawab, “Baik!” jika ditanya orang. Bila orang bertanya bagaimana keadaannya kemarin malam, ia harus berkata, “Baik!” Coba lihat, apakah akibatnya. Ia lalu berkata, “Aku ini jujur, aku tak dapat berdusta. Aku sungguh merasa tidak enak. Jika kemarin malam aku sungguh tidak enak badan, masakan aku mengatakan baik?” Saya berkata, “Baiklah saya bacakan beberapa ayat untukmu. Anak perempuan Sunem telah meninggal di atas tempat tidur; perempuan itu lalu mencari Elisa; Elisa bertanya padanya, ‘Selamatkah engkau; selamatkah anakmu?’ Ia menjawab, ‘Selamat!’ Padahal anaknya sudah mati dan dibaringkan di tempat tidur. Mengapa ia mengatakan selamat? Karena ia percaya. Ia percaya bahwa Allah dapat menyuruh anaknya hidup lagi. Hari ini Anda pun dapat percaya. Jika ada orang bertanya apakah Anda kemarin baik? Anda harus menjawab, ya baik! Sekalipun sudah mati, baik juga. Anda harus percaya, baik.” Setelah ia mendengar penjelasan saya, ia tak dapat berkata apa-apa lagi. Setelah ia membuang sikap yang menyayangi diri sendiri dan menolak simpati serta hiburan dari orang, penyakitnya pun tersingkir dari tubuhnya.

Kita harus menyadari, banyak penyakit yang penyebabnya dari dalam, ada pula yang dari luar. Maka kita harus belajar percaya di hadapan Allah, yaitu penyakit kita pasti akan berakhir bila tujuan Allah telah tercapai. Apabila di pihak rohaninya Allah dapat mencapai tujuan-Nya di atas diri Anda, niscaya sakit Anda pun akan berlalu.

5. Selain Sedikit Pengecualian,
Umumnya Harus Ditemukan Penyebabnya,
Lalu Mohon Penyembuhan.

Misalnya Paulus, Timotius, dan Trofimus. Saya percaya, ketika Paulus menulis Surat Timotius yang kedua, penyakit mereka masih tetap berlangsung. Tetapi mereka mengakui bahwa hal itu berfaedah bagi pekerjaan mereka dan demi untuk kemuliaan Allah di atas tubuh mereka, maka mereka belajar memelihara diri sendiri, tidak berani sembarangan. Paulus menasihati Timotius agar ia meminum sedikit anggur, yaitu agar ia menaruh perhatian dalam hal makanan. Namun di pihak lain, untuk melayani Allah, mereka tak dapat tidak bekerja. Tentu saja Tuhan mengarunianya, sehingga ia dapat mengatasi kelemahannya. Paulus sendiri tetap bekerja walaupun menderita sakit. Kalau kita membaca suratnya, saya kira pekerjaan Paulus dapat menandingi pekerjaan yang dilakukan oleh sepuluh orang biasa. Allah memakai kelemahannya; dan ia dapat mengalahkan sepuluh orang yang kuat. Walau tubuhnya lemah, Allah memberi kekuatan dan hayat, agar ia dapat bekerja bagi-Nya.

Hanya saja, contoh seperti Paulus, Timotius, dan Trofimus dalam Alkitab tidak banyak. Hanya orang yang akan dipakai secara khusus; atau orang yang akan dibina Allah secara khusus, barulah mengalami keadaan yang sedemikian. Lain halnya dengan saudara saudari biasa, terutama mereka yang baru beriman. Jika menderita sakit, harus memeriksa diri, apakah ada dosa; jika ada, harus mengaku dan membereskannya satu per satu, dengan demikian mereka akan mudah sekali beroleh kesembuhan.

Akhirnya saya harap kalian nampak di hadapan Tuhan, yakni adakalanya Iblis mendadak menyerang kita, atau karena kita melanggar hukum alam; jadi belum tentu dikarenakan hal rohani. Semua itu boleh dibawa ke hadapan Tuhan. Jika itu benar serangan Iblis, kita harus menghardiknya demi nama Tuhan dan ia akan segera lenyap. Ada seorang saudari mendadak menderita sakit, panasnya tidak mau turun, tidak ada penyebab apa pun, akhirnya ditemukan bahwa hal itu berasal dari serangan Iblis; dan setelah ia menghardiknya demi nama Tuhan, ia segera sembuh.

Adakalanya karena Anda melanggar hukum alam, belum tentu mengandung penyebab rohani. Misalkan Anda meletakkan tangan Anda di atas bara api, pasti tangan Anda akan terbakar. Maka Anda wajib memelihara diri sendiri sebaik-baiknya, jangan sesudah menderita sakit baru mengaku dosa. Memang, jika Anda mengaku dosa, pasti beroleh pengampunan, tetapi jangan setelah berbuat dosa hingga tubuh menderita sakit, baru mengharapkan kesembuhan Allah. Dalam hidup sehari-hari, kita harus memelihara tubuh kita sebagaimana mestinya.

V. JALAN MOHON KESEMBUHAN
TIGA PERKATAAN
DALAM PERJANJIAN BARU

Saya kira perlu membahas sedikit tentang jalan untuk memperoleh kesembuhan.

Dalam Injil Markus tercantum tiga perkataan (Saya sendiri telah mengeluarkan banyak waktu untuk mempelajarinya, dan ketiga perkataan tersebut sangat berfaedah bagi diri saya). Pertama ialah masalah kekuatan Tuhan, kedua ialah masalah kehendak Tuhan, dan ketiga ialah masalah perbuatan Tuhan.

1. Masalah Kekuatan Tuhan — Allah Bisa

Ketika pada suatu waktu saya menderita sakit, saya membaca Injil Markus, ternyata ada beberapa perkataan sangat berfaedah bagi saya. Yang pertama tercantum dalam Markus 9:21-23 — “Lalu Yesus bertanya kepada ayah anak itu, ‘Sudah berapa lama ia mengalami ini?’ Jawabnya, ‘Sejak masa kecilnya. Dan seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. Tetapi jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami.’ Jawab Yesus, ‘Katamu: Jika Engkau dapat? Segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya!’

Ayah anak itu berkata kepada Tuhan Yesus, “Jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami.” Tuhan Yesus lalu berkata, “Katamu, jika Engkau dapat?” Mengapa Tuhan berkata, “jika Engkau dapat?” Tuhan sengaja mengulangi perkataan ayah itu tadi, kata ayah itu, “Jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami.” Jawab Yesus, “Jika Engkau dapat? Segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya.” Di sini sebenarnya bukan masalah “jika Engkau dapat”, melainkan masalah percaya atau tidak, sebab segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya.

Ketika seseorang menderita sakit, biasanya ia dipenuhi rasa prasangka dan meragukan kekuatan Allah; kekuatan bakteri seolah-olah lebih besar daripada kekuatan Allah. Ketika ujian penyakit menimpa diri Anda, Anda seolah-olah melihat kuman-kuman itu begitu besar menguasai tubuh Anda. Namun Tuhan menegur orang yang meragukan kekuatan Allah. Kita jarang melihat Tuhan memutus perkataan orang seperti yang tercatat di sini. Perkataan Tuhan — “jika Engkau dapat?” seolah-olah menunjukkan Tuhan sedang marah. Maksud-Nya, “Mengapa berkata jika Engkau dapat? Segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya! Bukan masalah jika Engkau dapat, melainkan engkau percaya atau tidak. Mengapa kau bertanya kepada-Ku dapat atau tidak?” Jadi, ketika anak Allah menderita sakit, yang pertama harus ia lakukan ialah belajar menengadah kepada Tuhan dan berkata kepada-Nya, “Oh Tuhan, Engkau dapat!”

Kita ingat lagi kisah seorang lumpuh yang disembuhkan Tuhan. (Saya sangat menyukai perkataan Tuhan, sebab setiap perkataan Tuhan memakai istilah yang sangat tepat). Ketika itu Tuhan berkata kepada orang-orang Farisi, “Manakah yang lebih mudah, mengatakan: Dosa-dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah?” (Mat. 9:5). Menurut pikiran orang-orang Farisi, tentu lebih mudah mengatakan “Dosamu sudah diampuni.” Sebab boleh saja orang mengatakan begitu, toh hal itu tidak dapat dilihat oleh siapa pun. Tetapi, jika ingin mengatakan, “Bangunlah dan berjalanlah,” tidak mudah. Namun dari perkataan Tuhan terbukti bahwa Ia dapat mengampuni dosa, dan dapat pula menyembuhkan sakit; kedua-duanya sama mudahnya. Itulah sebabnya Tuhan tidak berkata manakah yang lebih sukar, melainkan manakah yang lebih mudah.

Dalam pandangan Tuhan, keduanya sama mudahnya. Baik mengampuni dosa maupun menyuruh orang lumpuh bangun dan berjalan, bagi Tuhan semuanya mudah; karena itu Ia berkata, manakah yang lebih mudah. Sebetulnya kedua pertanyaan yang Tuhan ajukan kepada orang Farisi, bagi mereka ialah manakah yang lebih sukar, sebab menurut pandangan mereka mengampuni dosa itu sukar, demikian pula menyembuhkan orang lumpuh. Keduanya itu sama sukarnya; hanya saja, ingin membandingkan mana yang lebih sukar? Tetapi Tuhan bertanya, “Manakah yang lebih mudah?”

2. Masalah Kehendak Tuhan — Allah Mau

Kita percaya bahwa Allah memang dapat, tetapi bagaimana kita mengetahui bahwa Ia mau menyembuhkan kita? Kita tidak mengetahui kehendak-Nya. Jangan-jangan Tuhan tidak mau menyembuhkan kita, kalau begitu, apa daya? Ini merupakan kasus lain. Mari kita baca Markus 1:41 “Lalu tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan ia mengulurkan tangan-Nya, menyentuh orang itu dan berkata kepadanya, Aku mau, jadilah engkau tahir! ” Karena itu, masalah yang kedua, yaitu ketika seorang menderita sakit, tidak cukup jika ia hanya belajar mengetahui kekuatan Allah, ia harus pula belajar mengetahui kemauan Allah, barulah berguna. Betapapun besarnya kekuatan Allah, apakah gunanya jika Ia tidak mau menyembuhkan kita? Problem yang terdapat di sini bukan dapat tidaknya Allah menyembuhkan kita, melainkan mau tidaknya Ia menyembuhkan kita. Seandainya Allah tidak mau menyembuhkan penyakit kita, walau kekuatan-Nya sangat besar, tidaklah berarti apa-apa bagi kita. Maka masalah pertama yang harus kita hadapi ialah “Allah dapat”, sedang yang kedua ialah “Allah mau”.

Ayat tadi memperlihatkan kepada kita, ketika Tuhan berhadapan dengan orang yang menderita sakit kusta, Ia berkata, “Aku mau.” Dalam dunia tidak ada penyakit lain yang lebih kotor daripada penyakit kusta. Segala penyakit dalam Perjanjian Lama hanya dianggap penyakit saja, tetapi penyakit kusta dianggap suatu kenajisan. Sebab begitu Anda terjamah orang sakit kusta, Anda akan ketularan penyakit tersebut. Dari segi manusiawi, jika Tuhan Yesus menjamah orang itu, Ia juga akan ketularan. Tetapi kasih Tuhan sangatlah besar; Ia berkata, “Aku mau!” Setelah Tuhan menjamahnya, orang itu pun tahirlah. Kalau Tuhan mau mentahirkan orang yang menderita sakit kusta, masakan Tuhan tidak mau menyembuhkan penyakit kita? Karena itu, Anda harus dapat berkata kepada Tuhan, “Allah dapat”, “Allah mau”. Hanya mengetahui Allah dapat, tidak cukup; harus pula mengetahui Allah mau.

3. Masalah Perbuatan Tuhan —Allah Telah

 Walau Allah mau menyembuhkan, jika Ia tidak berbuat sesuatu, tetaplah sia-sia. Untuk ini kita harus membaca Markus 11:23-24 — “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa pun berkata kepada gunung ini: Terangkatlah dan terbuanglah ke dalam laut! Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu: Apa saja (termasuk kesembuhan) yang kamu doakan dan minta, percayalah bahwa kamu telah menerimanya maka hal itu akan diberikan kepadamu.” Ayat-ayat di atas menampilkan masalah “Allah telah”.

Apakah artinya percaya? Percaya tidak hanya berarti percaya bahwa Allah dapat dan Alah mau, tetapi juga percaya bahwa Allah telah melakukan, yakni Allah telah menggenapkan. Jika Anda percaya bahwa Anda telah menerima, maka hal itu akan diberikan kepada Anda. Jika Anda dapat percaya, Anda akan berkeyakinan bahwa Allah dapat dan mau. Bila Anda telah menerima firman Allah, Anda tentu dapat bersyukur kepada-Nya, Allah telah menyembuhkan penyakitku, Allah telah melakukan hal itu! Tetapi banyak orang yang kurang jelas akan ayat-ayat ini, sehingga mereka tak beroleh kesembuhan. Sebab mereka terus mengharap-harapkan kesembuhan. Mengharapkan atau pengharapan selalu ditujukan kepada sesuatu yang akan datang, tetapi percaya itulah perkara yang telah lampau. Kalau seorang berkata, “Aku percaya bahwa Allah pasti akan menyembuhkan aku”, itu kurang positif, sebab kesembuhan yang demikian mungkin baru dapat ia terima dua puluh atau seratus tahun kemudian. Setiap iman yang sejati ialah yang dapat bangkit dan berkata, “Syukur kepada Allah, Ia telah menyembuhkan penyakitku, dan aku telah memperoleh kesembuhan! Syukur kepada Allah, aku telah ditahirkan! Syukur kepada Allah, aku sudah sehat!” Maka iman yang sempurna tidak saja percaya Allah dapat dan Allah mau, bahkan percaya Allah telah melakukan.

Ya, Allah telah melakukan! Allah telah mengabulkan doaku; Allah telah menyembuhkan aku melalui sabda-Nya; Allah telah merampungkannya! Percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu. Iman kebanyakan orang ialah iman yang “ingin” menerima, karena itu mereka selalu tidak mendapatkan. Kita perlu memiliki iman yang percaya “telah” menerima. Iman yang sejati adalah yang mengatakan “telah”, bukan “ingin” atau “akan”.

Akhirnya saya mengambil satu perumpamaan yang sederhana: Misalkan setelah seseorang mendengar Injil dan mengerti serta bertobat, ia lalu mengaku telah percaya Tuhan. Kemudian kita bertanya kepadanya, “Apakah Anda telah beroleh selamat?” Ia menjawab, “Ya, aku akan beroleh selamat.” Kita mengerti bahwa jawabannya itu tidak benar. Sekalipun ia menjawab, “Aku pasti diselamatkan”, tetap tidak benar. Kita bertanya lagi, “Apakah Anda benar-benar pasti beroleh selamat?” Ia menyahut, “Ya, kukira aku pasti bisa beroleh selamat.” Jawaban demikian tetap terasa tidak benar. Baik ia mengatakan, “akan beroleh selamat”, “bisa beroleh selamat” atau “pasti beroleh selamat”, semuanya itu mengandung kesan yang kurang meyakinkan. Namun, bila ia menjawab, “Ya, aku sudah beroleh selamat!” Barulah kita mengetahui bahwa ia benar-benar telah percaya. Orang yang telah percaya, berarti telah beroleh selamat. Begitu pula, iman merupakan perkara yang telah lampau, prinsipnya sama dengan iman yang ditujukan untuk beroleh selamat. Bukan setelah kita percaya, penyakit kita pasti disembuhkan; itu belum berarti percaya. Melainkan begitu kita percaya, kita dapat berkata, “Syukur kepada Allah, aku sudah sembuh!”

Ketiga perkara tersebut hendaklah kita pegang teguh — Allah dapat, Allah mau, dan Allah telah. Bila iman kita sudah menjamah fakta “Allah telah”, niscayalah penyakit kita segera berlalu.

W.N.


50 Judul Buku Pembinaan Dasar

  1. Bangun Pagi-pagi
  2. Baptisan
  3. Berbagai Jenis Sidang
  4. Berdoa
  5. Bersaksi
  6. Bersidang
  7. Cara Mengatur Keuangan
  8. Hajaran Allah
  9. Hari Tuhan
  10. Hayat Kita
  11. Jabatan Imam
  12. Jalan Gereja
  13. Jika Seseorang Berbuat Dosa
  14. Kelepasan
  15. Kesatuan
  16. Keselamatan Seisi Keluarga
  17. Konsekrasi (Persembahan)
  18. Masalah Penudungan Kepala
  19. Masuk Gereja
  20. Melawan Iblis
  21. Membaca Alkitab
  22. Memilih Jodoh
  23. Memimpin Orang Kepada Tuhan
  24. Mencari Kehendak Allah
  25. Mengasihi Saudara
  1. Menyanyi
  2. Minta Maaf dan Ganti Rugi
  3. Mulut Mengaku
  4. Orang Tua
  5. Pakaian dan Makanan
  6. Pemecahan Roti
  7. Pengampunan dan Pemulihan
  8. Pengampunan Siasat
  9. Pengawasan Roh Kudus
  10. Penumpangan Tangan
  11. Penyakit
  12. Penyelesaian Perkara Lampau
  13. Pernikahan
  14. Pertapaan
  15. Pisahkan Diri dengan Dunia
  16. Profesi Kaum Imani
  17. Puji-pujian
  18. Reaksi Kaum Imani
  19. Rekreasi
  20. Suami Istri
  21. Teman
  22. Terhapusnya Segala Perbedaan
  23. Tubuh Kristus
  24. Tutur Kata
  25. Wewenang Gereja

Published by

filadelfia

orang yang tidak sempurna dikasihi oleh Dia yang sempurna