27 || MINTA MAAF DAN GANTI RUGI

MINTA MAAF DAN GANTI RUGI

Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia
Kotak Pos 1114
Surabaya-60011

 

TUHAN berfirman kepada Musa, “Apabila seseorang berbuat dosa dan berubah setia terhadap TUHAN, dan memungkiri terhadap sesamanya barang yang dipercayakan kepadanya, atau barang yang diserahkan kepadanya, atau barang yang dirampasnya,atau apabila ia telah melakukan pemerasan atas sesamanya, atau bila ia menemui barang hilang, dan memungkirinya, dan ia bersumpah dusta — dalam perkara apa pun yang diperbuat seseorang, sehingga ia berdosa — apabila dengan demikian ia berbuat dosa dan bersalah, maka haruslah ia memulangkan barang yang telah dirampasnya atau yang telah diperasnya atau yang telah dipercayakan kepadanya atau barang hilang yang ditemuinya itu, atau segala sesuatu yang dimungkirinya dengan bersumpah dusta. Haruslah ia membayar gantinya sepenuhnya dengan menambah seperlima; haruslah ia menyerahkannya kepada pemiliknya pada hari ia mempersembahkan kurban penebus salahnya. Sebagai kurban penebus salahnya haruslah ia mempersembahkan kepada TLIHAN seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, yang sudah dinilai, menjadi kurban penebus salah, dengan menyerahkannya kepada imam. Imam harus mengadakan pendamaian bagi orang itu di hadapan TUHAN, sehingga ia menerima pengampunan atas perkara apa pun yang diperbuatnya sehingga ia bersalah.”

Imamat 6:1-7

“Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada di dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pengawal dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai tunas.”

Matius 5:23-26

I. HATI NURANI YANG MURNI

Setelah kita percaya Tuhan, kita harus mempunyai kebiasaan “minta maaf dan ganti rugi. Kalau kita bersalah kepada seseorang atau telah merugikan seseorang, kita harus belajar meminta maaf dan memberikan ganti rugi. Di satu pihak, kita harus mengaku dosa di hadapan Allah, di pihak lain, kita juga harus meminta maaf dan memberikan ganti rugi di hadapan manusia. Jika kita tidak berbuat demikian, hati nurani kita di hadapan Allah mudah sekali menjadi keras. Hati nurani yang keras akan menimbulkan satu kesukaran yang mendasar, yakni terang Allah sangat sukar menyinari diri kita. Karena itu, kita harus mempunyai kebiasaan “minta maaf dan ganti rugi” agar kita memiliki satu hati nurani yang peka di hadapan Allah.

Ada seorang pekerja Tuhan yang sering bertanya kepada orang lain demikian, “Belakangan ini, kapankah untuk terakhir kalinya Anda minta maaf kepada orang lain?” Kalau waktu terakhir kali Anda minta maaf kepada orang sudah sangat lama, bahkan sudah terpaut beberapa tahun, itu berarti hati nurani Anda tidak beres. Sebab seseorang berdosa terhadap orang lain itu merupakan perkara yang sering terjadi. Jika seseorang berdosa kepada orang lain, tetapi tidak mempunyai  perasaan apa-apa, itu membuktikan bahwa hati nuraninya tidak normal dan tidak beres. jadi, dengan melihat jangka waktu sejak Anda minta maaf untuk terakhir kalinya kepada orang lain hingga sekarang, dapatlah diketahui beres tidaknya hubungan Anda dengan Allah. Jika waktunya terpautnya lama, itu membuktikan roh Anda kekurangan terang; jika terpautnya pendek, yaitu belakangan ini Anda masih minta maaf kepada orang lain, itu membuktikan perasaan hati nurani Anda cukup peka. Bila kita ingin hidup dalam terang Allah, kita perlu satu hati nurani yang berperasaan, dan bila kita ingin memiliki hati nurani yang berperasaan, perlulah kita senantiasa menghakimi dosa. Kita harus mengaku dosa kepada Allah, kita juga harus minta maaf atau memberi ganti rugi kepada orang lain.

Jika Anda hanya berdosa kepada Allah tanpa bersangkutan dengan orang lain, Anda tidak perlu minta maaf kepada orang. Kita tidak menginginkan orang melakukan perkara yang melampaui batas. Saudara saudari yang mana pun, bila ia berbuat dosa hanya terhadap Allah, tidak bersangkutan dengan orang lain, ia cukup mengaku dosa kepada Allah saja, sama sekali tidak perlu minta maaf kepada manusia. Ini adalah satu prinsip yang wajib kita perhatikan.

Dosa macam apakah yang disebut berdosa kepada manusia? Setelah berdosa kepada seseorang, atau merugikan seseorang, bagaimanakah caranya meminta maaf atau memberi ganti rugi? Jika kita ingin mengetahui perkara-perkara ini dengan jelas, kita perlu dengan baik-baik melihat kedua ayat Alkitab yang akan kita bahas di bawah ini.

II. KURBAN PENEBUS SALAH
DALAM IMAMAT 6

Kurban penebus salah terbagi dalam dua kategori: yang pertama tercantum dalam Imamat 5, yang kedua tercantum dalam Imamat 6. Imamat 5 menunjukkan kepada kita tentang dosa yang kecil yang harus dibereskan melalui mengaku dosa kepada Allah, serta mohon pengampunan melalui mempersembahkan kurban; sedang dalam Imamat 6, bila berdosa kepada manusia dalam hal material, tidak cukup hanya mempersembahkan kurban di hadapan Allah, tetapi juga harus memberi ganti rugi kepada orang yang dirugikan. Dari contoh kurban penebus salah yang tercantum dalam Imamat 6, kita tahu, bila kita berdosa kepada manusia dalam hal material, penanggulangannya harus ditujukan kepada manusia. Memang, kita juga perlu mengaku dosa kepada Allah dan mohon pengampunan-Nya, tetapi jika hanya menanggulangi di hadapan Allah dan tidak menanggulangi di hadapan manusia, itu tidak cukup. Kita sama sekali tidak dapat mohon Allah mewakili manusia yang kita rugikan itu untuk mengampuni dosa kita.

Di pihak manusia, bagaimanakah seharusnya kita menanggulangi dosa kita? Marilah kita melihat kurban penebus salah dalam Imamat 6.

1. Beberapa Jenis Dosa yang
Merugikan Orang Lain

Imamat 6:2-7 mengatakan, “Apabila seseorang berbuat dosa dan berubah setia terhadap TUHAN,” — setiap dosa berarti berubah setia (durhaka) terhadap TUHAN — “dan memungkiri terhadap sesamanya barang yang dipercayakan kepadanya, atau barang yang diserahkan kepadanya atau barang yang dirampasnya, atau apabila ia telah melakukan pemerasan atas sesamanya, atau bila ia menemui barang hilang, dan memungkirinya, dan ia bersumpah dusta — dalam perkara apa pun yang diperbuat seseorang, sehingga ia berdosa — apabila dengan demikian ia berbuat dosa dan bersalah, maka haruslah ia memulangkan barang yang telah dirampasnya atau yang telah diperasnya atau yang telah dipercayakan kepadanya atau barang hilang yang ditemuinya itu, atau segala sesuatu yang dimungkirinya dengan bersumpah dusta. Haruslah ia membayar ganti sepenuhnya dengan menambah seperlima; haruslah ia menyerahkan kepada pemiliknya pada hari ia mempersembahkan kurban penebus salahnya. Sebagai kurban penebus salahnya haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, yang sudah dinilai, menjadi kurban penebus salah, dengan menyerahkannya kepada imam. Imam harus mengadakan pendamaian (penebusan) bagi orang itu di hadapan TUHAN, sehingga ia menerima pengampunan atas perkara apa pun yang diperbuatnya sehingga ia bersalah.” jelas dikatakan di sini, bila seseorang berdosa atau merugikan orang lain dalam hal material, ia terlebih dulu harus membereskannya kepada orang itu, baru ia dapat menerima pengampunan. Jika tidak membereskannya kepada orang itu, ia tak mungkin ia menerima pengampunan.

Di bawah ini akan kita bahas enam jenis dosa yang merugikan orang lain:

  • Pertama, memungkiri (curang) terhadap barang sesamanya yang dipercayakan (dititipkan) kepadanya. Orang lain mempercayakan barang kepadanya, tetapi dengan sengaja ia mengambil yang baik dan yang berharga, kemudian mengembalikan yang tidak baik kepada pemiliknya. Perbuatan ini jelas berarti curang, tidak jujur, dan ini berarti berdosa di hadapan Allah. Terhadap barang-barang yang dipercayakan atau dititipkan kepada kita, tidak saja kita tidak boleh memungkirinya, kita juga harus memelihara dan menjaganya dengan setia. Sebagai anak-anak Allah, kita harus senantiasa ingat, barang-barang yang dititipkan kepada kita haruslah kita awasi dan jaga baik-baik. Kalau Anda tidak mampu menjaga barang orang, lebih baik jangan mau menerima titipan orang; tetapi kalau Anda menerima, Anda harus menjaganya dengan sebaik mungkin. Andaikata sampai terjadi masalah karena ketidaksetiaan Anda, itu berarti Anda merugikan orang lain.
  • Kedua, melakukan kecurangan dalam hal dagang atau jual-beli. Dalam hal dagang, kalau kita melakukan kecurangan, berdusta, memperoleh laba dengan cara yang tidak wajar, atau memiliki barang-barang yang tidak halal, semua itu berarti berbuat dosa di hadapan Allah. Hal ini harus ditanggulangi dengan serius.
  • Ketiga, merampas barang orang lain. Walaupun perbuatan ini mungkin tidak akan terjadi di antara saudara, namun perkataan ini harus kita katakan juga. Tak seorang pun boleh memperoleh barang apa pun dengan cara merampas. Bila ada seorang menyalahgunakan kedudukan atau kekuasaannya untuk mendapatkan atau memiliki barang orang lain, itu adalah dosa.
  • Keempat, memeras sesama. Bila seseorang menggunakan kedudukan atau kekuasaan untuk melakukan pemerasan terhadap orang lain sehingga menguntungkan dirinya sendiri, itu adalah dosa. Dalam pandangan Allah, anak-anak Allah tidak boleh melakukan hal ini. Perbuatan yang demikian harus ditanggulangi.
  • Kelima, memungut/menemukan barang hilang. Hal ini harus diperhatikan khusus oleh orang yang baru percaya. Banyak orang telah berbuat tidak jujur dalam hal memungut/menemukan barang kepunyaan orang lain yang hilang. Ada menjadi tidak ada, banyak menjadi sedikit, baik (utuh) menjadi rusak. Itu semua berarti mungkir. Orang lain kehilangan barang, namun Anda karenanya beroleh keuntungan, itu adalah dosa. Orang Kristen tidak boleh memungut atau mengambil barang orang lain. Kalau Anda memungutnya, Anda harus menyimpannya untuk kemudian mengembalikannya kepada pemiliknya. Jangan sekali-kali barang yang Anda pungut itu Anda akui sebagai milik Anda sendiri. Memungut barang orang lain saja tidak boleh, apalagi mengakui atau memiliki barang orang lain dengan cara lain. Tak peduli dengan cara yang tidak benar yang mana pun, jika Anda mengubah barang orang lain sehingga menjadi milik Anda sendiri, itu tidak benar. Segala perkara yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain, tidak patut dilakukan oleh kaum beriman.
  • Keenam, melakukan sumpah dusta. Bersumpah dusta karena perkara material apa pun itu adalah dosa. Mengetahui dengan jelas, namun mengaku tidak tahu; nampak dengan jelas, namun mengaku tidak nampak; jelas ada, tetapi mengatakan tidak ada. Siapa saja melakukan sumpah dusta, ia berbuat dosa.

“Dalam perkara apa pun yang diperbuat seseorang, sehingga ia berdosa.” Semua ini ditujukan kepada perbuatan yang merugikan orang lain dalam hal material. Ada satu perkara yang mendasar yang harus terus-menerus dipelajari oleh anak-anak Allah, yaitu jangan mengambil barang orang lain dan menjadikannya milik sendiri. Jika barang itu kepunyaan orang lain, janganlah Anda ambil sehingga menjadi milik Anda sendiri. Siapa saja melakukan kecurangan dalam perkara-perkara yang disebut di atas, merugikan orang lain, berarti sudah berdosa.

Saudara saudari, bila Anda atas keenam cara yang berbeda itu, dalam perkara atau benda apa saja tidak jujur, menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain, itu berarti Anda telah melakukan dosa, dan Anda wajib menanggulangi dosa-dosa itu dengan sebaik-baiknya.

2. Cara Mengembalikan

Di hadapan Allah kita harus belajar memelihara kelakuan yang adil dan memiliki satu hati nurani yang murni. Firman Allah di sini menunjukkan kepada kita, “Apabila dengan demikian ia berbuat dosa dan bersalah, maka haruslah ia memulangkan barang yang telah dirampasnya …” Kata “memulangkan” di sini sangatlah penting. Kurban penebus salah beraspek dua: Di hadapan Allah ialah “mendamaikan; di hadapan manusia ialah “memulangkan atau “mengembalikan. Jangan Anda mengira cukup dengan “mendamaikan” di hadapan Allah saja, harus pula “mengembalikan di hadapan manusia. Jika tidak mengembalikan, tidaklah cukup. Kurban penebus salah dalam Imamat 5 ditujukan untuk membereskan dosa yang tidak merugikan orang dalam perkara material, itu tentu tidak perlu dikembalikan. Tetapi dosa yang dikatakan dalam Imamat 6 ditujukan pada dosa yang merugikan benda material orang lain, itu wajib dikembalikan atau mengganti rugi. dosa itu tidak cukup “didamaikan” melalui kurban, harus pula “dikembalikan.” Itulah sebabnya dikatakan, “Apabila dengan demikian ia berbuat dosa dan bersalah, maka haruslah ia memulangkan barang yang telah dirampasnya.” Semua barang yang diperoleh melalui perbuatan dosa harus dikembalikan; yakni barang-barang yang dirampas, diperas, dititipkan, dipungut, ataupun yang diperoleh melalui sumpah dusta

Bagaimana cara mengembalikannya? “Haruslah ia membayar gantinya sepenuhnya dengan menambah seperlima, haruslah ia menyerahkannya kepada pemiliknya pada hari ia mempersembahkan kurban penebus salahnya.” Di sini ada tiga hal yang perlu kita perhatikan:

Pertama, harus membayar gantinya sepenuhnya. Tidak membayar tidak boleh, membayar kurang juga tidak boleh. Tidak ada seorang pun yang boleh merasa cukup asal sudah mengaku dosa kepada orang yang dirugikan. Kalau barang orang lain masih tersimpan di rumah Anda, itu membuktikan Anda tetap bersalah. Karena itu, Anda tak dapat tidak membayar gantinya atau mengganti rugi sepenuhnya.

Kedua, Allah tidak saja menyuruh kita membayar gantinya sepenuhnya, la pun menyuruh kita memberi tambahan seperlima. Mengapa harus membayar seperlima? Prinsipnya ialah Anda harus membayar atau mengganti dengan lebih dari cukup. Kalau Anda mengambil uang atau barang orang lain, Allah pasti menyuruh Anda membayar atau mengganti kepada orang itu dengan harga sepenuhnya, dan ditambah seperlima. Allah tidak menghendaki anak-anak-Nya hanya melakukan perkara yang secukupnya saja. Haruslah seperti orang mencetak buku, yakni di bagian atas, bawah, kanan, dan kiri ada bagian kosongnya. Meminta maaf dan mengganti rugi kepada orang janganlah dilakukan begitu ketat, melainkan harus longgar dan dilebihkan, itulah yang indah.

Ada orang dalam hal mengaku dosa, jangankan menambah seperlima, malahan kurang banyak dari seperlima yang semula. Ia mengaku dosa demikian, “Memang dalam hal ini aku bersalah kepada Anda, namun dalam hal itu aku tidak bersalah; dalam hal itu aku tidak bersalah kepada Anda, sebaliknya malah Anda yang bersalah kepadaku. Ini adalah melakukan perhitungan, bukan mengaku dosa. Kalau Anda ingin minta maaf, janganlah seketat itu; lebih banyak pun tidak mengapa, dan lebih baik banyak daripada sedikit. Siapakah yang menyuruh Anda berbuat salah? Kalau Anda ingin mengganti barang orang lain, haruslah lebih banyak. Jangan setelah barang orang diambil, kemudian hanya diganti sedikit itu saja. Bagaimanapun harus kita lebihkan.

Sebagai anak-anak Allah, perbuatan kita harus sesuai dengan martabat kita; dalam hal mengaku dosa juga harus demikian. Cara mengaku dosa yang mirip dengan orang membuat perhitungan itu sama sekali bukan yang dimiliki anak-anak Allah. Anak-anak Allah harus mengaku dosa dengan rela hati dan dengan ditambah seperlima. Tidak ada seorang pun yang boleh berbuat seperti melakukan perhitungan dalam hal mengaku dosa, itu tidak sepadan dengan tingkah laku orang Kristen. “Sebenarnya aku tidak marah, tetapi karena satu kalimat Anda itu, aku menjadi naik darah. Ya, aku mengaku kesalahanku, tetapi Anda harus mengaku salah juga.” Perkataan semacam ini sama sekali bukan minta maaf, melainkan melakukan perhitungan. Kalau Anda bermaksud minta maaf, berikanlah lebih banyak kepadanya. Dalam hal minta maaf kita harus melakukannya agak longgar sedikit, jangan menghemat.

Ketika kita minta maaf atau memberikan ganti rugi dengan ditambah seperlima, hal ini ada kebaikannya, yaitu supaya Anda sadar bahwa berdosa kepada orang adalah perkara yang merugikan, sehingga lain kali Anda tidak mengulanginya. Saudara saudari yang baru percaya harus belajar mengetahui bahwa berdosa kepada orang lain bisa menguntungkan untuk sementara waktu, tetapi akan merugikan di kemudian hari. Pada saat Anda mengambil, hanya ada lima per lima, tetapi ketika Anda mengembalikan harus ada enam per lima. Pada saat Anda mengambil memang sangat murah, tetapi sewaktu Anda mengembalikannya, Anda tidak saja harus membayar ganti sepenuhnya, bahkan harus menambah seperlima.

Ketiga, perihal minta maaf atau ganti rugi semacam ini harus dilakukan lebih cepat lebih baik. Di sini dikatakan, “Haruslah ia menyerahkannya kepada pemiliknya pada hari ia mempersembahkan kurban penebus salahnya.” Kalau Anda memiliki kemampuan dan kalau barang itu masih utuh, Anda harus mengembalikannya pada hari Anda menyadari dosa Anda itu; karena hal yang demikian mudah sekali tertunda atau berlarut-larut. Kalau anak-anak Allah terus menunda waktu untuk minta maaf atau memberikan ganti rugi, niscaya perasaannya akan menjadi semakin tidak nyaman. Begitu Anda beroleh terang, saat itu pula Anda harus melaksanakannya. Hari apa Anda merasa harus mengembalikannya, hari itu juga Anda kembalikan. Semoga saudara saudari sejak awal minta menjadi orang Kristen sudah menempuh jalan yang lurus ini. Jangan sekali-kali menjadi orang yang terus-menerus mengambil keuntungan dari orang lain, dan melakukan perkara yang curang. Prinsip utama dari hidup orang Kristen di dunia ini ialah tidak menjadi orang yang bertindak enak sendiri dan merugikan orang lain. Segala perkara yang bersifat membonceng orang lain, tidaklah benar. Sejak awal kita sudah harus pantang berbuat demikian; sejak awal kita sudah harus menjadi orang yang adil dan jujur.

Setelah Anda memberikan ganti rugi, masih belum cukup. Jangan mengira, setelah Anda minta maaf atau memberi ganti rugi, bereslah semua perkara. Tidak, urusannya belum selesai. “Sebagai kurban penebus salahnya haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, yang sudah dinilai, menjadi kurban penebus salah, dengan menyerahkannya kepada imam.” Jadi, setelah Anda minta maaf atau memberi ganti rugi kepada orang, Anda masih perlu mohon pengampunan kepada Allah. Kurban penebus salah dalam Imamat 5 tidak bertalian dengan perbuatan yang merugikan orang lain secara material, karena itu cukup dengan menanggulanginya di hadapan Allah Baja. Tetapi dalam Imamat 6 bertalian dengan dosa yang merugikan orang lain, karena itu ia harus membereskannya dulu di hadapan manusia, kemudian baru mohon pengampunan di hadapan Allah. Jadi, sebelum membereskan dengan manusia, tidak dapat datang ke hadapan Allah untuk mohon pengampunan. Setelah Anda membereskannya di hadapan orang, barulah Anda dapat datang ke hadapan Allah untuk mohon pengampunan. Bagaimana akibatnya? “Imam harus mengadakan pendamaian (penebusan) bagi orang itu di hadapan TUHAN, sehingga ia menerima pengampunan atas perkara apa pun yang diperbuatnya sehingga ia bersalah.” Perkara inilah yang diinginkan Tuhan, yaitu siapa saja merugikan orang lain dalam hal material, ia wajib berusaha sekuat tenaganya untuk mengembalikannya, yakni mengganti rugi, dan setelah itu ia harus bersandar pada darah Tuhan, datang kepada Allah untuk mohon pengampunan.

Janganlah kita menganggap ringan perkara ini. Begitu kita lengah, kita mudah sekali membonceng orang lain dan merugikannya. Kita harus ingat, perkara ini harus diperhatikan oleh setiap anak Allah selama hidupnya. Dalam barang apa saja jika kita merugikan orang lain, kita harus memberi ganti rugi, dan kemudian mohon pengampunan di hadapan Allah.

III. PENGAJARAN DALAM
INJIL MATIUS 5

Sekarang kita meninjau ayat dalam Matius 5. Catatan Matius 5 berbeda dengan Imamat 6. Catatan Imamat 6 mutlak ditujukan kepada kerugian material, sedangkan catatan Matius 5 tidak semuanya ditujukan kepada kerugian material.

Matius 5:23-26 mengatakan, “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pengawal dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.” Hutang di sini tidak khusus ditujukan kepada perkara material, melainkan ditujukan kepada perkara kerugiannya” itu sendiri.

Firman Tuhan, “jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu … ” Ini khusus ditujukan kepada masalah antar anak-anak Allah atau antar saudara. Tatkala Anda mempersembahkan persembahan di atas mezbah untuk Allah, tiba-tiba Anda teringat sesuatu yang ada dalam hati saudara lain. Kata “teringat” di sini adalah pimpinan yang Allah berikan kepada Anda. Kerapkali Roh Kudus menaruh pikiran atau ingatan yang tepat ke dalam Anda dalam masalah tersebut. Ketika Anda teringat akan masalah tersebut, janganlah Anda mengesampingkannya dan menganggap itu hanya pikiran belaka; begitu Anda teringat, Anda harus segera membereskannya.

Bila Anda teringat seorang saudara menaruh rasa tak senang atau dendam terhadap Anda, itu pasti disebabkan Anda telah berhutang (bersalah) terhadapnya, boleh jadi dalam perkara material, boleh jadi dalam perkara non material, yaitu melakukan suatu perkara yang curang terhadapnya. Yang diperhatikan di sini bukan perkara material, melainkan sesuatu yang menyebabkan orang lain menaruh “dendam”. Saudara saudari yang baru percaya harus mengetahui, jika Anda berdosa kepada seseorang, namun Anda tidak mau mengaku salah dan minta maaf, asalkan ia menyebut nama Anda di hadapan Allah sambil mengeluh, Anda sudah akan celaka. Semua persembahan Anda tidak akan diperkenan Allah, semua dosa Anda pun tidak diterima Allah. Sebab itu Anda harus memperhatikan, jangan sampai ada saudara atau saudari yang mengeluh di hadapan Allah karena Anda. Sebab kalau sampai ia mengeluh, jalan Anda di hadapan Allah akan tertutup. Kalau Anda melakukan suatu perkara yang keliru dan curang, sehingga berdosa dan melukai orang lain, tak usah ia menuduh Anda di hadapan Allah, asalkan ia mengeluh di hadapan Allah karena Anda, “Ah, orang ini! Maka semua persembahan Anda takkan diperkenan oleh Allah. Asalkan ia mengeluh di hadapan Allah karena Anda, cukuplah mencelakakan Anda. Karena itu, janganlah sampai ada saudara atau saudari beralasan dan berkedudukan untuk mengeluh di hadapan Allah karena Anda. Kalau Anda memberi alasan kepada orang lain untuk mengeluh, jalan kerohanian Anda akan putus; semua persembahan Anda di hadapan Allah akan menjadi sia-sia belaka.

Ketika Anda mempersembahkan persembahan di atas mezbah, dan teringat ada saudara yang menaruh dendam terhadap Anda, bahkan mengeluh karena Anda, maka lebih baik Anda jangan mempersembahkan persembahan itu. Memang Anda wajib mempersembahkan persembahan kepada Allah, tetapi Anda harus “berdamai dulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.” Persembahan Anda memang dikehendaki Allah, tetapi Anda harus berdamai dulu dengan orang lain. Kalau Anda tidak dapat berdamai dengan orang lain, Anda tidak dapat mempersembahkan persembahan di hadapan Allah. Karenanya wajib “tinggalkan persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu.” Nampakkah Anda jalan ini? Anda harus berdamai dahulu dengan saudara Anda. Apa artinya berdamai dengan saudara? Yaitu Anda harus menghapus kemarahannya terhadap Anda. Entah itu ganti rugi atau minta maaf, pokoknya Anda harus berbuat demikian rupa, sampai ia merasa puas. Ini bukan soal menambah seperlima atau sepersepuluh, melainkan soal berdamai. Berdamai berarti memenuhi permintaannya. Anda harus memperlakukannya sedemikian rupa sehingga ia merasa puas.

Kalau Anda berdosa kepadanya, merugikannya, membuat hatinya tidak terima, membuatnya merasa Anda curang, dan ia mengeluh di hadapan Allah karena Anda, niscayalah persekutuan rohani dan jalan rohani Anda akan terputus di hadapan Allah. Mungkin Anda sama sekali masih tidak merasa bahwa diri Anda berada dalam kegelapan, sebaliknya Anda malah merasa Anda lumayan baik. Namun semua persembahan yang Anda persembahkan di atas mezbah tidak berguna. Jangankan Anda meminta kepada Allah, sekalipun Anda memberi kepada Allah, itu sia-sia belaka; jangan dikata Anda tak dapat mohon Allah mendengarkan doa Anda, sekalipun Anda ingin mempersembahkan, itu pun mustahil. Meskipun segalanya telah terletak di atas mezbah, itu tetap tidak disukai Allah. Sebab itu, ketika Anda datang ke hadapan mezbah Allah, Anda harus terlebih dulu memuaskan saudara Anda. Apa pun yang ia tuntut, hendaklah Anda turuti dengan sekuat tenaga Anda, sampai ia merasa puas. Anda wajib belajar memuaskan tuntutan keadilan Allah, juga memuaskan tuntutan keadilan saudara. Setelah Anda berbuat hingga ke taraf yang demikian, barulah Anda dapat mempersembahkan persembahan Anda kepada Allah. Hal ini sangatlah serius.

Karena itu, janganlah kita mudah berbuat dosa kepada orang lain, teristimewa kepada saudara atau saudari. Bila Anda berdosa kepadanya, dengan sendirinya Anda akan jatuh ke bawah hukuman dan tidak mudah dipulihkan. Perkataan Tuhan di sini sangat berat, “Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan.” Di sini Tuhan berkata dengan perkataan manusia, yaitu jika Anda memperlakukan seorang saudara dengan curang, sehingga ia merasa tidak terima di hadapan Allah, ia akan seperti pendakwa dan lawan yang mendakwa Anda. Perkataan ini sangat baik, “Selama engkau bersama-sama dengan dia (lawanmu) di tengah jalan.” Hari ini kita semua masih berada di tengah jalan, ia masih hidup, Anda pun masih hidup; ia dan Anda bersama-sama ada di sini. Ia di tengah jalan, Anda pun di tengah jalan. Segeralah berdamai dengannya. Sebab mudah sekali tiba harinya, Anda tidak di sini, tidak ada di tengah jalan, atau ia tidak ada di sini, tidak ada di tengah jalan. Tidak ada seorang pun yang tahu, siapa yang akan pergi dulu. Tetapi waktu itu Anda sudah terlambat Maka, ketika ia dan Anda masih di tengah jalan, sama-sama masih berada di sini, masih ada kesempatan untuk menjelaskan, masih ada kesempatan untuk mengaku dosa, segeralah berdamai dengannya. Pintu keselamatan tidak selalu terbuka; pintu saudara untuk saling mengaku dosa juga tidak selamanya terbuka. Sering ada saudara menyesal, karena kesempatannya untuk mengaku dosa sudah tiada, sebab salah seorang sudah tidak ada di tengah jalan. Itulah sebabnya, jika Anda bersalah kepada seseorang, peganglah kesempatan, mumpung kalian masih bersama-sama di tengah jalan, segeralah berdamai dengannya. Kita tak tahu apakah ia besok masih ada, kita pun tak tahu apakah kita sendiri besok masih ada. Karena itu, harus berdamai dengan saudara, mumpung sama-sama masih di tengah jalan. Jika ada salah seorang yang tidak berada di tengah jalan, masalahnya sudah tak mungkin diselesaikan.

Kita harus memperhatikan, perkara ini sangat serius! Jangan kita sembrono dan sembarangan. Mumpung masih ada hari ini, segeralah berdamai dengan saudara. Jangan sampai terlambat! Bila ada saudara yang menaruh dendam terhadap kita, perhatikanlah hal itu. Jika Anda bersalah, Anda harus sekuat tenaga mengaku salah. Jangan sampai kehilangan kesempatan untuk berdamai.

Selanjutnya, Tuhan tetap memakai perkataan-perkataan manusia, “Supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pengawal dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai Tunas.” Kita tak perlu memperhatikan bagaimana tafsiran ayat-ayat ini, kita hanya perlu memperhatikan aspek pelaksanaannya. Kita harus nampak, bahwa perkara ini harus dibereskan seluruhnya, barulah berakhir. Jika tidak ditanggulangi seluruhnya, tidak mungkin berakhir. Di sini Tuhan bukan mengajar kita bagaimana kelak kita menerima hukuman, dilemparkan ke dalam penjara, dan bagaimana caranya keluar; semua itu bukanlah yang diperhatikan oleh Tuhan. Yang diperhatikan oleh Tuhan ialah keharusan kita untuk berdamai pada hari ini. Hari ini juga kita harus melunasi hutang kita, jangan menunggu sampai kelak. Lakukanlah mumpung masih di tengah jalan. Jangan hari ini tidak dilakukan, tetapi mengharap melakukannya kelak. Tuhan justru ingin menunjukkan kepada kita, jika kita menundanya hingga kelak, itu tidak akan menguntungkan kita, bahkan sangat merugikan.

Anak-anak Allah harus dengan seksama mempelajari perkara ini: Merugikan Benda material, harus mengganti rugi; berdosa kepada orang lain, harus minta . maaf. Segera mengganti rugi dan segera minta maaf. Jangan sampai saudara saudari menaruh dendam terhadap kita; kecuali hati nurani sangat bersih dan kesalahan tidak ada pada pihak kita. Tetapi kalau kita yang bersalah, wajiblah mengaku. Janganlah ada perbuatan yang bisa dicela orang lain. Jangan selalu mengira orang lain yang salah, diri sendiri yang benar. Jangan Anda tak mau menghiraukan bagaimana orang lain menaruh “dendam” terhadap Anda, dan Anda tetap membenarkan diri sendiri, itu tidak pada tempatnya.

IV. BEBERAPA HAL YANG HARUS
DIPERHATIKAN DALAM PELAKSANAANNYA

Pertama, berapa besar batas lingkungan dosa yang Anda lakukan, sebesar itu pula batas lingkungan pengakuan dosa Anda. Turuti saja firman Allah, jangan berbuat melampaui batas, yakni jangan menempuh jalan ekstrim. Kalau melampaui batas, Anda akan terserang dan tertipu oleh Iblis. Jika Anda berdosa kepada orang banyak, mengaku dosa pun harus kepada orang banyak; jika hanya berdosa kepada seorang, cukuplah mengaku dosa kepada orang itu saja. Kalau Anda berdosa kepada orang banyak, tetapi mengaku dosa hanya kepada seorang saja, itu berarti tidak memadai; sebaliknya kalau Anda hanya berdosa kepada seorang, tetapi mengaku dosa kepada orang banyak, itu berarti keterlaluan. Maka, berapa besar batas lingkungan dosa yang Anda lakukan, sebesar itu pula batas lingkungan pengakuan dosa Anda. Lain perkaranya dalam hal bersaksi. Adakalanya kita hanya berdosa kepada seseorang, tetapi karena kita ingin bersaksi di antara saudara saudari, maka kita boleh berkata kepada semua saudara saudari. Ini perkara lain. Mengenai minta maaf atau ganti rugi, semua harus dilakukan menurut batas lingkungan perbuatan dosa itu sendiri. Jangan sampai melampaui batas lingkungan itu. Hal ini harus khusus diperhatikan.

Kedua, pada waktu Anda mengaku dosa, haruslah dilakukan secara tuntas, jangan sampai ada yang disembunyikan dengan alasan kehormatan atau keuntungan diri sendiri. Namun, adakalanya, demi kebaikan dan keuntungan orang lain, Anda wajib mencari cara yang terbaik untuk mengaku dosa Anda kepadanya. Mungkin Anda cukup dengan mengaku dosa kepadanya atas satu perkara saja, tak perlu mengatakan terlalu mendetail kepadanya. Dalam menghadapi situasi yang agak rumit, dan Anda merasa sulit untuk memutuskannya sendiri, paling baik Anda persekutukan dulu dengan saudara saudari yang lebih berpengalaman, mohon mereka membantu Anda, agar hal tersebut dapat dilaksanakan dengan tepat.

Ketiga, mengenai ganti rugi, adakalanya mungkin Anda tidak mampu, tetapi mampu atau tidaknya Anda, itu adalah satu perkara, dan mau dan tidaknya Anda memberi ganti rugi, itu perkara lain. Ada juga orang yang walaupun tidak ada kekuatan mengganti rugi, tetapi ia menyatakan kemauannya untuk mengganti rugi. Maka bila Anda belum memiliki kemampuan untuk mengganti rugi, Anda boleh berkata kepadanya, “Aku mau mengganti rugi, tetapi hari ini- aku belum mampu, harap Anda sudi memberi kelonggaran. Begitu aku mampu, aku pasti segera mengganti rugi kepada Anda.”

Keempat, sesuai dengan hukum dalam Perjanjian Lama, bila orang yang layak menerima ganti rugi itu telah meninggal, dan bila ia tidak mempunyai kerabat yang boleh menerima ganti rugi itu, Anda boleh menyerahkannya kepada imam yang melayani Tuhan (Bil. 5:8). Prinsip ini boleh kita terapkan pada hari ini. Jika orangnya sudah tiada, berikanlah kepada kerabatnya; jika tidak punya kerabat seorang pun, boleh diserahkan kepada gereja. Kalau ada orangnya, harus diberikan kepadanya, tidak boleh karena ingin mengambil cara gampang, lalu diserahkan kepada gereja. Kalau ada orang yang ingin minta maaf, namun orangnya telah meninggal dunia, itu seolah-olah tiada kesempatan untuk minta maaf; dalam hal ini dapat diselesaikan menurut prinsip yang sama, yaitu mengaku kepada gereja.

Kelima, sewaktu mengaku dosa harus khusus memperhatikan, jangan sampai tertuduh oleh hati nurani. Mungkin ada orang karena perkara minta maaf, hati nuraninya terus-menerus tertuduh. Anda harus senantiasa nampak bahwa darah Tuhan menyucikan hati nurani Anda, kematian Tuhan membuat Anda memiliki hati nurani yang murni di hadapan Allah, agar Anda dapat menghampiri Allah. Ini selalu merupakan satu fakta. Pada pihak lain, Anda harus nampak, berhubung Anda ingin menjadi orang yang bersih di hadapan manusia, maka banyak dosa yang harus Anda tanggulangi. Entah itu berdosa kepada orang dalam hal material atau berdosa kepada orang dalam perkara, semuanya harus ditanggulangi hingga beres. Namun jangan membiarkan Iblis menuduh Anda hingga Anda berbuat melampaui batas.

Keenam, mengaku dosa bertalian dengan kesembuhan. Yakobus 5:16 mengatakan, “Karena itu, hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh.” Akibat mengaku dosa ialah Allah menyembuhkan penyakit kita. Seringkali jika di antara anak-anak Allah terjadi suatu perkara yang mengganggu, timbullah penyakit. Bila mereka mau saling mengaku dosa, penyakit segera tersingkir.

Semoga saudara saudari mau melaksanakan pelajaran minta maaf dan ganti rugi ini secara tuntas, senantiasa memelihara kebersihan diri. Bila ada perbuatan yang berdosa kepada orang lain, di satu pihak kita harus mengaku dosa di hadapan Allah, di pihak lain, kita harus membereskannya dengan cermat di hadapan manusia. Demikian, hati nurani kita akan menjadi kuat. Setelah hati nurani kita kuat, barulah kita dapat beroleh kemajuan di dalam jalan kerohanian kita.

W.N.


50 Judul Buku Pembinaan Dasar

  1. Bangun Pagi-pagi
  2. Baptisan
  3. Berbagai Jenis Sidang
  4. Berdoa
  5. Bersaksi
  6. Bersidang
  7. Cara Mengatur Keuangan
  8. Hajaran Allah
  9. Hari Tuhan
  10. Hayat Kita
  11. Jabatan Imam
  12. Jalan Gereja
  13. Jika Seseorang Berbuat Dosa
  14. Kelepasan
  15. Kesatuan
  16. Keselamatan Seisi Keluarga
  17. Konsekrasi (Persembahan)
  18. Masalah Penudungan Kepala
  19. Masuk Gereja
  20. Melawan Iblis
  21. Membaca Alkitab
  22. Memilih Jodoh
  23. Memimpin Orang Kepada Tuhan
  24. Mencari Kehendak Allah
  25. Mengasihi Saudara
  1. Menyanyi
  2. Minta Maaf dan Ganti Rugi
  3. Mulut Mengaku
  4. Orang Tua
  5. Pakaian dan Makanan
  6. Pemecahan Roti
  7. Pengampunan dan Pemulihan
  8. Pengampunan Siasat
  9. Pengawasan Roh Kudus
  10. Penumpangan Tangan
  11. Penyakit
  12. Penyelesaian Perkara Lampau
  13. Pernikahan
  14. Pertapaan
  15. Pisahkan Diri dengan Dunia
  16. Profesi Kaum Imani
  17. Puji-pujian
  18. Reaksi Kaum Imani
  19. Rekreasi
  20. Suami Istri
  21. Teman
  22. Terhapusnya Segala Perbedaan
  23. Tubuh Kristus
  24. Tutur Kata
  25. Wewenang Gereja

Published by

filadelfia

orang yang tidak sempurna dikasihi oleh Dia yang sempurna